Organda Heran MA Bisa-bisanya Anulir Aturan Taksi Online

Sejumlah penumpang menunggu layanan ojek dan taksi berbasis online.
Sumber :
  • REUTERS/Edgar Su

VIVA.co.id – Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta mengaku bingung akan keputusan Mahkamah Agung (MA), yang telah menganulir sejumlah pasal dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek. 

Kemenhub Tambah Kapal di Rute Panjang-Ciwandan Demi Urai Arus Balik Mudik, Catat Jadwalnya!

Salah satunya mengenai pencabutan pasal yang mengatur tarif dan kuota layanan taksi berbasis online, yang telah ditetapkan pemerintah lewat Permenhub itu. Sebab hal tersebut membuat pengusaha penyedia angkutan online bisa seenaknya menentukan tarif yang dibebankan ke masyarakat. 

Ketua Organda DKI Jakarta, Shafruhan Sinungan, meminta hasil putusan Judicial Review oleh MA terhadap PM 26 tersebut perlu dikaji ulang. Sebab, ada beberapa pasal dari PM 26 tersebut yang dibuat mengacu pada Peraturan Pemerintah nomor 74 dan UU nomor 22 tahun 2009 tentang  Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).

Sopir Bus Dianjurkan Tak Berkendara Lebih dari 4 Jam saat Antar Pemudik

"Putusan MA itu justru membuat kita bingung. Karena amanat UU LLAJ nomor 22 tahun 2009 , bahwa semua kegiatan angkutan umum itu harus berbadan hukum , dalam pasal PM 26 oleh MA malah dicabut, Ini salah satu contoh saja," kata Shafruhan kepada VIVA.co.id, Rabu 23 Agustus 2017.

Shafruhan mengatakan, tarif dan kuota diatur sesuai Peraturan Pemerintah dan juga diatur berdasarkan ketentuan yang dibuat oleh kepala daerah masing-masing. Dengan, melihat kemampuan dan kebutuhan masing-masing daerah. Ia juga mengkritik pencabutan pasal tersebut.

Begini Cara Memilih Angkutan Bus yang Laik Jalan

"Masa hanya sebuah perusahaan aplikasi yang milik asing bisa mengatur tarif sendiri di negara lain. Sementara di negara kita ini, semua kegiatan-kegiatan yang menyangkut angkutan umum baik untuk orang dan barang kita diatur melalui UU LLAJ, kemudian ditindaklanjuti dengan PP 74  dan seterusnya," ujar dia.

Ketegasan pemerintah diperlukan untuk merespons hal ini. Sehingga tidak ada yang dirugikan di masa depan. 

"Perusahaan aplikasi ini sudah menginjak-injak harga diri Pemerintah Indonesia," tutur dia. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya