Cara Pemerintah Tarik Investor Global Biayai Infrastruktur

Sejumlah pekerja saat menyelesaikan proyek infrastruktur. (Ilustrasi)
Sumber :
  • ANTARA/Septianda Perdana

VIVA.co.id – Pemerintah terus mendorong investasi di Indonesia melalui skema Pembiayaan Investasi Non-Anggaran Pemerintah (PINA), dengan melibatkan dana-dana jangka panjang globa untuk proyek infrastruktur. Skema PINA diharapkan bisa menjadi solusi mengatasi kebutuhan pembiayaan infrastruktur nasional yang besar melalui keterlibatan sektor swasta. 

Bappenas Bantah Rumor Peleburan KPK dengan Ombudsman

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas  telah menandatangani nota kesepahaman dengan salah satu BUMN asal Tiongkok, Huaqing Housing Co., Ltd, di kantor Kementerian PPN/Bappenas hari ini.  Memorandum of Understainding (MoU) ini bukanlah tandatangan perjanjian semata, tapi sejauh mana realisasi dari perjanjian ini.  

Sebab,  menurut Deputi Sarana dan Prasarana Kementerian PPN/Bappenas Wismana Surya Adibrata, jika tidak ada tanda-tanda realisasi dalam waktu dekat, MoU ini akan ditinjau kembali. Dan tidak tertutup kemungkinan Kementerian PPN/Bappenas akan mencabutnya. 

Kebutuhan Green Job 2030 Diproyeksikan Capai 4,4 Juta, Prakerja Siapkan Pelatihan Green Skills

“MoU tersebut mengikat pihak investor untuk merealisasikan isi kesepakatan dalam waktu maksimal  tiga bulan. Jika tidak maka kesepakatan tersebut dengan sendirinya akan berakhir.” tegas Wismana dikutip dari keterangannya, Senin 18 September 2017. 

Dia pun mengatakan program PINA akan terus mendorong peran swasta untuk berinvestasi di infrastruktur, baik dari investor domestik maupun investor luar negeri. 

Bappenas Bocorkan Asumsi Makro APBN 2025, Pertumbuhan Ekonomi Dipatok 5,6 Persen

"Saya berharap ini dapat menjadi momentum menarik investor baik asing maupun domestik untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur,” jelas Wismana.

Seperti diketahui, kebutuhan pembiayaan infrastruktur di Indonesia 2015-2019 sebesar Rp4.796,2 triliun di mana penggunaan APBN akan menopang sebesar R1.978 triliun (41 persen), BUMN Rp 1.066 triliun (22 persen) dan pihak swasta Rp 1.751 triliun (37 persen). PINA dalam hal ini dapat menjadi solusi pembiayaan inovatif (creative financing) untuk membangun infrastruktur di tengah keterbatasan APBN. 

Sedangkan, keberadaan PINA Center yang dibentuk sesuai Perpres No 58/2017 mengenai Program Strategis Nasional mendapatkan tugas menjalankan koordinasi pembiayaan investasi non anggaran pemerintah dan berfungsi melaksanakan kegiatan fasilitasi creative financing untuk proyek infrastruktur.

Selain itu, PINA Center juga membantu pemilik proyek baik pihak swasta maupun BUMN dan investor mendapatkan solusi dan percepatan proses tercapainya kesepakatan.

Wismana menambahkan, pemerintah terbuka untuk semua investor dari berbagai negara. Selain Tiongkok, beberapa negara sejauh ini telah menunjukkan minat dan ketertarikan berinvestasi di sektor infrastruktur di Indonesia, yaitu Australia, Kanada, dan Korea Selatan. 

Saat ini penanaman modal asing (FDI) dari Tiongkok ke Indonesia terus bertambah tiga tahun terakhir ini dan sekarang sudah berada diperingkat tiga, namun nilainya masih jauh berada di bawah Singapura dan Jepang sehingga terdapat area untuk terus bertumbuh dan ditingkatkan kerja sama investasi antar kedua negara.  

“Kami juga menjajaki dana-dana jangka panjang dari Timur Tengah dan Eropa (Inggris, Perancis, dan Belanda) serta Amerika Serikat, untuk bisa masuk dalam skema pembiayaan proyek-proyek infrastruktur di Indonesia,” jelasnya.

Menurutnya, keterlibatan investor dari luar negeri, BUMN, dan pihak swasta dalam pembangunan infrastruktur sangat penting. Selama ini, investasi dana-dana asing hanya ‘berputar-putar’ di pasar modal, tanpa bisa masuk ke sektor riil. 

Dengan adanya PINA, dana-dana jangka panjang berinvestasi ke sektor riil, khususnya infrastruktur, melalui berbagai instrumen pembiayaan kreatif di pasar modal, seperti penyertaan langsung, saham, reksa dana penyertaan terbatas (RDPT),  Limited Concession Scheme (LCS) dan Perpetuity Notes.

Hingga akhir tahun ini, PINA menargetkan 5 proyek yang difasillitasi dengan total nilai US$1,5 miliar, sedangkan pada tahun depan ditargetkan 20 proyek yang difasilitasi dengan total nilai US$3 miliar. PINA juga berencana menambahkan pipeline proyek yang siap difasilitasi yang mencapai 40 proyek strategis di 2018.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya