Ditjen Pajak Bakal Telusuri Harta WP yang Belum Dilaporkan

Kantor Ditjen Pajak di Jakarta.
Sumber :
  • REUTERS/Iqro Rinaldi

VIVA.co.id – Sebagai konsekuensi bagi peserta amnesti pajak yang tidak sepenuhnya melaporkan harta bersihnya dalam Surat Pernyataan Harta (SPH), harta bersih yang tidak dilaporkannya, akan dikenakan pajak penghasilan.

IHSG Menguat Ditopang Capaian Penerimaan Pajak, tapi Dihantui Pelemahan Rupiah

Ketentuan tersebut tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2017 tentang Pengenaan Pajak Penghasilan atas Penghasilan Tertentu Berupa Harta Bersih yang Diperlakukan atau Dianggap sebagai Penghasilan. Ini adalah aturan turunan pasal 18 Undang Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak, Hestu Yoga Saksama, mengungkapkan, tarif pajak yang akan dikenakan kepada wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan untuk harta bersih yang belum diungkap dalam program amnesti pajak masing-masing sebesar 30 persen dan 25 persen.

IHSG Dibuka Menguat, Cek Saham-saham Pilihan Hari Ini

“PP ini sebagai kelanjutan dari amnesti pajak, dan konsisten,” kata Hestu dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu 20 September 2017.

Berdasarkan beleid dalam aturan tersebut, disebutkan harta yang belum atau kurang diungkap, termasuk yang tidak memenuhi ketentuan pengalihan dan/atau repatriasi harta akan dikenakan kewajiban yang tertera dalam payung hukum tersebut. Meski demikian, melalui aturan ini, otoritas pajak tetap memberikan insentif dalam bentuk tarif.

Jawab Mahfud MD, TKN Optimis Rasio Penerimaan Negara Naik Hingga 23 Persen

Insentif tersebut diberikan bagi wajib pajak orang pribadi dan badan yang memiliki penghasilan bruto dari usaha atau pekerjaan bebas hingga Rp4,8 miliar, dan penghasilan bruto selain dari usaha atau pekerjaan bebas hingga Rp632 juta. Selain itu, insentif juga berlaku jika total jumlah penghasilan bruto dari keduanya paling besar Rp4,8 miliar.

“Kami berikan keringanan, sehingga tarif yang akan dikenakan 12,5 persen saja. Ini bentuk keberpihakan pemerintah. Pertimbangannya, karena jenis usaha seperti ini masih berkembang, dan tidak perlu dibebani pajak yang tinggi,” ujarnya.

Meskipun aturan ini merupakan turunan dari UU Pengampunan Pajak, namun peraturan tersebut juga berlaku bagi wajib pajak yang bukan peserta amnesti pajak. Aturan yang telah diteken Presiden Joko WIdodo sejak 6 September 2017 itu pun menyasar harta bersih yang belum diungkap atau dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.

Hestu pun mengimbau kepada seluruh wajib pajak, agar segera melakukan pembetulan SPT, dengan melaporkan harta yang belum diungkap dan penghasilan yang didapatkan selama ini. Pembetulan tersebut, ditegaskan Hestu, bisa dilakukan seluruh wajib pajak sebelum otoritas pajak melakukan pemeriksaan.

Meskipun pelaksanaan pemeriksaan sudah bisa dilakukan sejak aturan itu diteken, namun Ditjen Pajak memastikan bahwa pemeriksaan baru dilakukan apabila wajib pajak yang bersangkutan telah menerima Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) dari Ditjen Pajak.

“Kalau SPT tentunya kena tarif PPh (Pajak Penghasilan) umum, bukan yang ada dalam PP (Peraturan Pemerintah). Kami imbau segera saja. Batas waktunya SP2 saja,” katanya.

Terlepas dari hal tersebut, Ditjen Pajak menegaskan bahwa penerapan aturan ini akan dilakukan secara profesional. Dengan mengedepankan semangat rekonsiliasi dan perbaikan kepatuhan pajak, dengan tetap menjaga kepercayaan dunia usaha dan iklim investasi dalam negeri.

“Kami tidak akan membabi buta karena kami akan validasi dulu datanya,” tegasnya. (one)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya