Syarat Bagi Ritel Konvensional agar Tetap Eksis

Muhammad Chatib Basri.
Sumber :
  • Chandra Gian Asmara/VIVA.co.id

VIVA.co.id – Geliat pertumbuhan industri ritel dalam beberapa tahun terakhir terpukul, karena lemahnya permintaan masyarakat. Indikasi terjadinya pergeseran pola belanja pun dari konvensional ke digital, mau tidak mau membuat industri ritel harus bersaing ketat dengan gerai belanja online, agar tetap eksis di pasar domestik.

Misi Pemerintah Lewat Transformasi Digital Capai Target Pertumbuhan Ekonomi 5,2% di 2024

Bahkan, ada beberapa gerai ritel yang menghentikan kegiatan operasionalnya, lantaran jumlah pengunjung yang mulai terkikis. Misalnya saja, PT Matahari Departement Store, yang pada akhir bulan ini akan menutup dua gerainya yang berlokasi di Pasaraya Blok M dan Pasaraya Manggarai.

Advisory Board Chairman Mandiri Institute Chatib Basri tak memungkiri, maraknya penyedia platform belanja online secara tidak langsung membuat industri ritel, khususnya yang konvensional mengalami keterpurukan. Ada salah satu alasan utama, sejumlah riitel tak mampu menandingi eksistensi gerai belanja online.

Aprindo Sebut Industri Ritel Pulih Kalau Pandemi Sudah Jadi Endemi

“Ada sebagian toko-toko tutup itu karena online. Kenapa dia bisa sampai tutup? Karena, dia tidak antisipasi. Dia tidak menyangka (fenomena seperti ini) sampai secepat itu,” kata Chatib, Jakarta, Selasa 26 September 2017.

Dalam era globalisasi seperti saat ini, industri ritel memerlukan kreatifitas dalam menciptakan suatu inovasi baru, agar mampu bersaing dengan kompetitor. Menurut Chatib, kemajuan teknologi tidak bisa terelakaan bagi seluruh negara, tak terkecuali Indonesia.

Curhat Pelaku Industri Ritel Tak Diajak Koordinasi Soal PPKM Darurat

“Yang bisa survive itu yang punya analytical dan creative thinking. Jadi, harus bisa fleksibel dan adaptasi,” kata mantan Menteri Keuangan itu.

Meskipun terjadi pergeseran pola konsumsi, hal tersebut hanya dirasakan oleh kaum menengah ke atas, yang notabenya memiliki fasilitas untuk berbelanja secara online. Sementara itu, untuk 40 persen kalangan menengah ke bawah, pendapatan yang stagnan menjadi alasan tingkat permintaan rendah.

“Online itu harus dilakukan di smartphone, tidak bisa pakai telepon umum, atau telepon rumah. Harga smartphone juga masih mahal, dan digunakan kaum urban. Jadi, perlu dilihat,” ujarnya. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya