PLN Bantah Keuangannya Memburuk, Bahkan Mengaku 'Kaya'

Direktur Utama PLN, Sofyan Basir.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

VIVA.co.id – PT PLN membantah kondisi keuangannya lagi memburuk. Hal ini menanggapi anggapan sejumlah pihak setelah adanya surat Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, yang bocor ke publik terkait dengan kondisi keuangan PT PLN (Persero).

Politikus PDIP Anggap Darmawan Prasodjo Mumpuni sebagai Dirut PLN

Ani mengirimkan surat kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dan Menteri Badan Usaha Milik Negara, yang bersifat penting dan segera. Surat itu soal perkembangan risiko keuangan negara atas penugasan infrastruktur ketenagalistrikan.

"Tidak ada sesuatu yang perlu dikhawatirkan, karena ada plafon Rp31 sekian triliun buat pinjam setiap saat bisa bayar, kita punya subsidi tagihan tertunda Rp18 triliun, yang tahun ini bisa Rp51 triliun. Orang kaya PLN itu," kata Direktur Utama PT PLN, Sofyan Basir, di kantor Kementerian ESDM, Jakarta Rabu malam, 27 September 2017.

Rekam Jejak Darmawan Prasodjo, Bos Baru PLN Pengganti Zulkifli Zaini

Sofyan mengatakan, PLN setiap tahun juga mendapat peringatan dari Menteri Keuangan terkait dengan kondisi keuangan. Namun, memang diakuinya baru kali Menteri Keuangan memberikan peringatan melalui surat. Sofyan menegaskan, peringatan itu adalah hal yang biasa.

"Enggak apa-apa itu mah biasa, tiap tahun juga ngingetin kita. Khawatir apa? Tidak ada. Memang biasa begitu cuma biasanya lisan 'hati-hati yah Pak Dirut jangan sampai rasionya turun dari 1,5, oh iya ya sudah begitu aja. Biasanya bicara-bicara saja di bawah. Ya mungkin beliau (minta) inget-inget." ujarnya.

Erick Thohir Angkat Darmawan Prasodjo Jadi Dirut PLN

Sofyan juga membantah peringatan tersebut diberikan lantaran pertumbuhan penjualan listrik PLN yang rendah. "Enggak, kan kemarin udah naik ke empat (persen) karena kemarin kan Lebaran sepi 10 Hari libur, itu turunnya dahsyat banget itu Rp6 triliunan itu. Tapi, Juli kan naiknya liar biasa 14 koma sekian persen abis Lebaran, ini udah naik lagi sekarang di atas tiga persen," ujarnya.

Lima Poin

Sebagai informasi, dalam surat yang tertulis pada 19 September 2017 dan ditandatangani Menteri Keuangan itu berisi lima poin. Berikut isi lengkap surat tersebut :

Berkenaan dengan pengelolaan risiko keuangan negara yang bersumber dari kondisi keuangan PT PLN (Persero) dalam rangka pemenuhan target penyediaan infrastruktur ketenagalistrikan (Program 35 GW), dapat kami sampaikan sebagai berikut:

1. Kinerja PT PLN ditinjau dari sisi keuangan terus mengalami penurunan seiring dengan semakin besarnya kewajiban korporasi untuk memenuhi pembayaran pokok dan bunga pinjaman yang tidak didukung dengan pertumbuhan kas bersih operasi.

Hal ini menyebabkan dalam tiga tahun terakhir, Kementerian Keuangan harus mengajukan permintaan waiver kepada lender PT PLN sebagai dampak terlanggarnya kewajiban pemenuhan convenant PT PLN dalam perjanjian pinjaman untuk menghindari cross default atas pinjaman PT PLN yang mendapatkan jaminan pemerintah.

2. Terbatasnya internal fund PT PLN untuk melakukan investasi dalam rangka melaksanakan penugasan pemerintah berdampak pada bergantungnya pemenuhan kebutuhan investasi PT PLN dari pinjaman, baik melalui pinjaman kredit investasi perbankan, penerbitan obligasi, maupun pinjaman dari Lembaga Keuangan Internasional.

3. Berdasarkan profil jatuh tempo pinjaman PT PLN, kewajiban pembayaran pokok dan bunga pinjaman PT PLN diproyeksikan terus meningkat di beberapa tahun mendatang.

Sementara itu, pertumbuhan penjualan listrik tidak sesuai dengan target dan adanya kebijakan pemerintah untuk meniadakan kenaikan tarif tenaga listrik (TTL) dapat berpotensi meningkatkan risiko gagal bayar PT PLN.

4. Dengan mempertimbangkan bahwa sumber penerimaan utama PT PLN berasal dari TTL yang dibayarkan oleh pelanggan dan subsidi listrik dari pemerintah, kebijakan peniadaan kenaikan TTL perlu didukung dengan adanya regulasi yang mendorong penurunan biaya produksi tenaga listrik.

Selain itu, kami mengharapkan saudara dapat mendorong PT PLN untuk melakukan efisiensi biaya operasi (utamanya energi primer) guna mengantisipasi peningkatan risiko gagal bayar di tahun-tahun mendatang.

5. Terkait dengan penugasan 35 GW, kami berpendapat perlu dilakukan penyesuaian target penyelesaian investasi PT PLN dengan mempertimbangkan ketidakmampuan PT PLN dalam memenuhi pendanaan investasi dari cashflow operasi, tingginya outlook debt maturity profile, serta kebijakan pemerintah terkait tarif, subsidi listrik, dan penyertaan modal negara (PMN).

Hal ini diperlukan untuk menjaga sustainabilitas fiskal Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan kondisi keuangan PT PLN yang merupakan salah satu sumber risiko fiskal pemerintah. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya