Pulihnya Ekonomi Global Angin Segar Negara Berkembang

Kantor Bank Dunia
Sumber :
  • diverseeducation.com

VIVA.co.id – Meningkatnya prospek pertumbuhan ekonomi global yang diyakini akan mendorong permintaan dianggap menjadi sentimen positif bagi perekonomian negara-negara berkembang di Asia Timur dan Pasifik, tak terkecuali Indonesia. Bukan tidak mungkin, perekonomian negara berkembang akan bergeliat tahun ini.

7 Negara Ekonomi Terbesar di Dunia Tahun 2050, Peringkat Indonesia Gak Main-main!

Dalam East Asia and Pacific Economic Update yang dirilis Bank Dunia, Rabu 4 Oktober 2017, pemulihan harga komoditas yang mendorong perbaikan perdagangan global, merupakan faktor eksternal menguntungkan yang diyakini akan mendukung ekonomi negara di Asia Timur dan Pasifik sebesar 6,4 persen.

Perkiraan tersebut, tak lepas dari pertumbuhan ekonomi China yang tercatat lebih kuat tahun ini di kisaran 6,7 persen. Sementara itu, di wilayah lainnya, termasuk di Asia Tenggara, pertumbuhan ekonomi tahun ini akan sedikit lebih tinggi dari 5,1 persen pada 2017, dan 5,2 persen pada 2018.

BI Sebut Perlambatan Ekonomi 2024 Dipengaruhi Negara-negara Eropa dan China

“Pulihnya ekonomi global dan perluasan perdagangan global membawa kabar baik bagi kawasan Asia Timur dan Pasifik,” kata Wakil Presiden Bank Dunia untuk Kawasan Asia Timur dan Pasifik, Victoria Kwakwa dalam keterangan resmi yang diterima VIVA.co.id.

Kwakwa memandang, upaya negeri Tirai Bambu untuk mencapai keseimbangan baru, dengan mengurangi investasi dan menaikkan konsumsi masyarakat diperkirakan berlanjut. Kondisi ini diyakini membuat proyeksi pertumbuhan melambat menjadi 6,4 persen pada 2018.

Sri Mulyani Ungkap Ekonomi Global 2024 Masih Diproyeksi Lemah oleh IMF dan World Bank

Sementara itu, di sisi lain, negara-negara seperti Thailand dan Malaysia diproyeksikan tumbuh lebih cepat dari perkiraan, karena ekspor yang lebih kuat, termasuk pariwisata untuk Thailand, dan peningkatan investasi bagi Malaysia. Untuk Filipina, diperkirakan berkembang sedikit lebih lambat dibanding 2016.

“Adapun untuk Indonesia, kenaikan upah riil diyakini akan mendorong konsumsi di Indonesia dan kembali menguatnya sektor pertanian dan manufaktur mendorong pertumbuhan Vietnam,” kata Kwakwa.

Meski demikian, ada beberapa risiko eksternal dan domestik yang mampu memengaruhi proyeksi tersebut. Misalnya, ketidakpastian kebijakan ekonomi negara maju, seperti kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat, ditambah dengan ketegangan geopolitik yang berpusat di wilayah tersebut meningkat. 

Maka dari itu, Bank Dunia meminta seluruh negara mengambil langkah kebijakan yang tujuannya tidak hanya menggenjot pertumbuhan jangka pendek untuk mengatasi kerentanan fiskal dan sektor finansial. Misalnya, dengan memperkuat pengawasan dan peraturan kehati-hatian di negara yang mengalami pertumbuhan kredit dan utang sektor swasta.

“Mengurangi risiko terhadap stabilitas sektor keuangan dan penguatan daya saing, termasuk melalui integrasi regional yang lebih dalam, tetap menjadi prioritas." Kata Kepala Ekonom Bank Dunia untuk Wilayah Asia Timur dan Pasifik, Sudhir Shetty. (art)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya