'Jika Palestina-Israel Bersatu Pemimpinnya Dipanggil Mohammad'

Donald Trump menunjukkan dukungannya untuk Yerusalem sebagai ibu kota Israel di Gedung Putih Washington, Rabu (6/12/2017)
Sumber :
  • REUTERS/Kevin Lamarque

VIVA – Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengatakan bahwa Perdana Menteri Israel dalam beberapa tahun ke depan akan dipanggil 'Mohammad' jika kebijakan satu negara Israel-Palestina sudah berlaku.

AS Gelontorkan Lagi Rp 420 Triliun Lebih untuk Perang Israel di Gaza

Trump diduga membuat komentar tersebut kepada Raja Abdullah dari Yordania yang mengunjungi Gedung Putih akhir Juni lalu. Saat itu, Raja Abdullah mengatakan kepada Trump bahwa banyak pemuda Palestina tak lagi menginginkan solusi dua negara melainkan lebih suka hidup bersama dengan Israel di satu negara dengan hak yang sama. Jika terwujud, maka kemungkinan Israel akan kehilangan karakter Yahudi.

"Apa yang Anda katakan masuk akal, (dalam skenario satu negara) Perdana Menteri Israel dalam beberapa tahun akan disebut Mohammad," kata Trump saat berbincang dengan Raja Abdullah seperti diberitakan Middle East Monitor.

Hamas Terbitkan Video Baru, Isinya soal Sandera Israel Salahkan Netanyahu

Selain itu, Raja Abdullah juga menyarankan Trump bahwa saat ini bukan waktu yang tepat untuk mengupayakan rencana perdamaian untuk wilayah tersebut karena ada terlalu banyak kesulitan. Dia juga mengatakan jika Washington mengharapkan Yordania untuk mendukung rencana yang diusulkan, maka harus ditinjau lebih dahulu.

Menanggapi hal itu, Trump mengatakan bahwa dia ingin mempromosikan perjanjian damai karena jika pemerintahan Trump tidak dapat mencapai kesepakatan maka tidak ada pemerintahan lain yang dapat melakukannya.

Penjahat Perang, Netanyahu Bakal Diringkus Dewan Keamanan Israel

Meski pertemuan tersebut telah berlangsung sejak akhir Juni namun pernyataan tersebut baru mengemuka akhir pekan ini dan pertama kali dilaporkan oleh media Israel, Channel 10.

Di samping itu, meskipun komentar tersebut tampaknya dikatakan dalam konteks gurauan namun Trump kemungkinan mengacu pada ketidakseimbangan demografi di Israel.

Saat ini 6,5 juta dari 8,8 juta penduduk Israel adalah orang Yahudi sementara sisanya terdiri dari warga Palestina Israel, Druze dan komunitas minoritas lainnya.

Jika wilayah Palestina dan Israel digabung menjadi satu maka 4,8 juta orang Palestina perlu diperhitungkan dalam statistik tersebut. Jika dikombinasikan dengan 2,3 juta orang non-Yahudi yang sudah ada maka negara gabungan itu tidak akan menghasilkan status Yahudi sebagai mayoritas.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya