Marak Unjuk Rasa, Ulama Serukan Pemerintah Turun dan Gelar Pemilu

Aksi unjuk rasa turunkan pemerintah dan menggelar pemilu.
Sumber :
  • South China Morning Post

VIVA – Ulama syiah Irak bernama Moqtada al-Sadr meminta pemerintahan Perdana Menteri Adil Abdul-Mahdi turun, dan segera menggelar pemilihan umum (pemilu).

Prabowo Ingin Bentuk 'Executive Heavy" dengan Rangkul Semua Parpol, Kata Peneliti BRIN

Seruan ini digaungkan karena aksi unjuk rasa nasional yang melanda Irak yang sudah berlangsung tiga hari itu telah memakan puluhan korban jiwa.

Mengutip situs DW, Sabtu, 5 Oktober 2019, al-Sadr merupakan ulama kharismatik yang memenangkan kursi parlemen terbesar pada pemilu tahun lalu, meminta seluruh pengikutnya di parlemen untuk memboikot sesi pembuatan undang-undang sampai pemerintah mengeluarkan program untuk kepentingan rakyat Irak.

Ketua DPRD Kota Bogor Dorong Pemerintah Beri THR Lebaran bagi Warga Terdampak Bencana

"Pemilu baru harus secepatnya dilaksanakan yang diawasi oleh pemantau internasional. Unjuk rasa telah memakan korban jiwa," ungkap ulama kharismatik tersebut.

Dengan demikian, intervensi al-Sadr tampaknya akan mendorong warga Irak untuk melanjutkan aksi unjuk rasa sampai pemerintah benar-benar turun.

Misi Pemerintah Lewat Transformasi Digital Capai Target Pertumbuhan Ekonomi 5,2% di 2024

Sementara itu, Perdana Menteri Adel Abdul-Mahdi, menyerukan agar rakyat Irak tenang. Ia menggunakan pidato yang disiarkan di televisi pemerintah untuk meminta para pemrotes supaya tidak mengikuti ‘pendukung keputusasaan’ dan untuk tidak membiarkan protes damai berubah menjadi kekerasan.

"Tuntutan untuk melakukan reformasi dan perang melawan korupsi sudah kami jalankan. Tuntutan ini sah, dan kami tidak membuat janji seperti pepesan kosong," klaim Mahdi.

Namun, para pengunjuk rasa mencemooh janjinya tentang reformasi politik.

Sebagai informasi, unjuk rasa antipemerintah berubah menjadi kekerasan, di mana setidaknya 17 orang tewas di Baghdad dan 190 lainnya dilaporkan luka-luka.

Sementara itu, sumber lain menyebutkan bahwa 59 orang tewas akibat luka tembakan polisi antihura-hara selama unjuk rasa tiga hari supaya pemerintah turun dan menggelar pemilu.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya