Terungkap, Kasus COVID-19 Sudah Ada di Prancis Sebelum China

Stasiun Gare de l'Est di Paris akhir Desember 2019.
Sumber :
  • New York Times

VIVA – Beberapa minggu sebelum pemerintah China mengakui bahwa virus Corona dapat ditularkan ke manusia dan hampir satu bulan sebelum kasus pertama, di Eropa seorang warga Prancis diduga sudah terinfeksi virus COVID-19 tersebut.

Bea Cukai Musnahkan Pakaian Bekas Bernilai Ratusan Juta di Yogyakarta

Pada 27 Desember 2019 lalu, seorang penjual ikan berusia 42 tahun mendatangi sebuah rumah sakit di pinggiran kota Paris dengan gejala batuk, demam dan mengalami masalah pernafasan. Sekarang para dokter di Prancis mengatakan bahwa pasien Desember mungkin adalah kasus COVID-19 paling awal yang diketahui di Eropa.

Hal itu dapat dipastikan jika COVID-19 penjual ikan bernama Amirouche Hammar itu berarti pasien pertama yang muncul di benua itu jauh sebelum pejabat di sana mulai menanganinya. Penemuan semacam itu akan membawa masalah baru yang aneh pada data penyebaran virus mematikan di Eropa.

AS Tuntut 7 Warga China atas Peretasan Jahat yang Disponsori Negara

Pemerintah Prancis sendiri saat ini sedang memeriksa laporan itu. Tetapi, para dokter yang menemukan hal itu mengatakan bahwa mereka yakin COVID-19 sudah ada di Eropa sebelum China mengumumkan virus itu.

Para dokter juga menguji sampel lama pasien itu dua kali untuk menghindari data positif yang palsu. Para dokter juga memperingatkan bahwa tanpa analisis lebih lanjut dari sampel, tidak jelas apakah orang itu telah menularkan virus ke orang lain atau apakah kasusnya terkait dengan epidemi yang saat ini menginfeksi sebagaian negara di dunia.

China Gelar Kompetisi Sunat Online, Diikuti Puluhan Dokter Bedah

Penemuan ini sangat berpengaruh sebab merubah data waktu kapan virus muncul di Eropa dan upaya resmi untuk memerangi penularan akan berubah menjadi sangat terlambat. Pemerintah Prancis pun diketahui baru melakukan penutupan pada 16 Maret dan kemungkinan COVID-19 sudah muncul tiga bulan sebelumnya.

"Jika dikonfirmasi, apa yang disoroti oleh kasus ini adalah kecepatan di mana infeksi dimulai di bagian dunia yang tampaknya terpencil, dapat dengan cepat menyemai infeksi di tempat lain," kata Prof Rowland Kao Ilmu Data di Universitas Edinburgh, seperti yang dikutip dari The New York Times, Rabu, 6 Mei 2020.

"Mengapa ini penting? Ini berarti bahwa waktu yang kita miliki untuk penilaian dan pengambilan keputusan bisa sangat singkat," ungkapnya.

Hingga kini belum diketahui bagaimana Hammar, dapat terinfeksi COVID-19. Terlepas dari perjalanan ke Aljazair musim panas lalu, dia belum bepergian. Tetapi ada teori menyebutkan jika istri dari Hammar, Fatiha secara singkat menunjukkan beberapa gejala batuk.

Fatiha yang bekerja di supermarket dekat bandara Charles de Gaulle di Paris, mengatakan kepada televisi Prancis minggu ini bahwa dia melayani pelanggan yang datang langsung dari bandara, dengan koper mereka. Ada penerbangan langsung antara bandara itu dan yang ada di Wuhan, Cina, sebelum perbatasan ditutup.

Hammar, yang tinggal di Bobigny, pinggiran utara Paris, mengatakan dalam sebuah wawancara dengan BFM TV bahwa ia mendatangi ruang gawat darurat pada pukul 5 pagi pada tanggal 27 Desember setelah beberapa hari batuk, sulit bernapas, dan nyeri dada. Hammar, yang memiliki riwayat asma dan diabetes, didiagnosis menderita infeksi paru-paru tetapi cepat pulih dan dipulangkan dua hari kemudian.

"Saya terkejut, mengingat kehancuran yang disebabkan oleh penyakit itu," kata Hammar terkait dirinya telah dinyatakan positif mengidap COVID-19.

Baca: Sadis, 3 Mayat WNI Dibuang ke Laut dari Kapal China

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya