Polisi Minta Anggota AL AS Ditahan di Filipina

Para demonstran berunjuk rasa menuntut keadilan bagi Jennifer Laude
Sumber :
  • REUTERS/Erik De Castro
VIVAnews - Polisi di Filipina resmi mengajukan tuduhan pembunuhan terhadap seorang anggota Angkatan Laut Amerika Serikat, akibat membunuh seorang transgender pada Sabtu pekan lalu. Transgender bernama Jennifer Laude itu dibunuh di sebuah hotel di kota Olongapo, lantaran dia seorang waria.
Suara Golkar di Pemilu 2024 Naik Signifikan, Airlangga: Hitungan Kami Dapat 102 Kursi

Kantor berita Reuters, Rabu 15 Oktober 2014 melansir, identitas anggota AL AS itu diketahui Joseph Scott Pemberton dan masih berpangkat rendah. Seorang pejabat senior Filipina juga menuntut agar Pemberton diadili di negaranya. 
Viral Anak Selebgram Malang Dianiaya Pengasuhnya, Polisi Langsung Tangkap Pelaku

Dia memperingatkan jika hal itu tidak diakomodir, maka dapat mengancam hubungan militer di antara kedua negara yang terjalin erat. 
Gunung Marapi Kembali Erupsi, Terjadi Hujan Abu Vulkanik dan Ganggu Penerbangan

"Berdasarkan keterangan dua saksi, kami meyakini kami memiliki sebuah kasus yang kuat terhadap AL AS," ungkap Kepala Polisi Kota Olongapo, Pedrito delos Reyes.

Proses pengajuan tuntutan itu selain dilakukan oleh polisi, juga didampingi dua saksi dan keluarga Laude. Mereka mengajukan tuntutan hukum ke kantor Jaksa Penuntut dan mengambil salinan hasil autopsi. Menurut dokter forensik, transgender berusia 26 tahun itu tewas akibat kekurangan oksigen. Diduga Pemberton mencekik leher korban hingga meninggal. 

Pemberton kini ditahan di kapal penyerang amfibi, USS Peleliu di Teluk Subic. Selain Pemberton, pejabat AL AS juga menahan tiga orang lainnya yang berpotensi menjadi saksi. 

Sementara, di Washington, Komandan Korps AL, Jenderal James Amos menolak untuk berkomentar lebih detail mengenai kasus tersebut. Namun, dia menyebut kasus itu merupakan tragedi besar dan berharap hubungan baik dengan Filipina tidak akan terputus karena insiden tersebut.

"Saya tahu insiden ini berpotensi menganggu hubungan antara kami dengan Pemerintah Filipina. Dan saya tetap berharap, hal itu tidak akan menganggu karena kami memiliki sebuah hubungan yang erat," ujar Amos.

Kasus ini juga sudah didengar oleh Pentagon. Menurut juru bicara, Laksaman John Kirby, militer AS terguncang dengan insiden itu dan terus bekerja sama dengan petugas hukum di Filipina untuk menyelesaikan kasus tersebut. Selama proses penyelidikan kasus masih terus berjalan, Kepala Pasukan AS di Asia Pasifik, Laksamana Samuel Lokclear, memerintahkan agar kapal Peleliu dan empat kapal lainnya tetap berada di Filipina. 

Sementara menurut keterangan pejabat AS yang tidak ingin disebut namanya, menyebut Departemen Luar Negeri AS telah meminta ke Kedutaan Besar di Manila, supaya bekerja sama dan menyerahkan Pemberton ke polisi Filipina. Sebab, jika tidak maka kasus ini akan menganggu hubungan militer di antara kedua negara. 

"Kami tidak harus mengatakan dia harus dinyatakan bersalah. Namun, tetap dibutuhkan sebuah proses atau akan ada pembalasan dalam kerjasama perluasan di bidang pertahanan," ujar pejabat tadi. 

Pengaruhi Perjanjian

Menurut dia, jika tidak ditangani dengan baik, maka kasus ini turut berpengaruh ke kesepakatan militer yang telah diteken oleh dua negara selama 10 tahun. Pada April lalu, kedua negara telah kembali memperbarui perjanjian itu. 

Dalam kesepakatan itu, militer AS diizinkan oleh Pemerintah Filipina untuk memasok peralatan militer di markas negara itu, selama untuk kepentingan keamanan maritim, bantuan kemanusiaan dan merespon bencana.

Sementara, bagi Filipina, dengan adanya perjanjian itu, maka bisa menuntut penahanan anggota militer AS yang bertindak menyimpang. Pelaku bisa ditahan di sebuah penjara yang disepakati oleh kedua belah pihak. 

Beberapa penegak hukum bahkan turut meminta Pemerintah Filipina untuk menggelar penyelidikan publik terkait kasus pembunuhan dan kesepakatan militer dengan AS. (ren)


Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya