Para Korban KB Paksa Peru Tuntut Negara Minta Maaf

Mantan presiden Peru Alberto Fujimori
Sumber :
  • Reuters/Enrique Castro-Mendivil
VIVA.co.id
Putri Mantan Presiden Peru Raih Suara Tertinggi
- Pekerja kesehatan pemerintah Peru, mendatangi setiap rumah dan mencari semua wanita di komunitas petani Peru, membawa mereka dengan janji perawatan kesehatan secara gratis.

Ketua KPU Dilaporkan karena Diduga Lakukan Tindakan Asusila

Salah satunya adalah Esperanza Huayama, yang dibawa dalam kondisi hamil tiga bulan, 20 tahun silam. Dia dan banyak wanita lainnya dibawa dengan bus, untuk perjalanan selama tiga jam ke sebuah klinik.
2 Motor Adu Banteng di Kembangan Jakbar, 1 Orang Tewas


Dikutip dari
Reuters
, 4 Juni 2015, dokter memberikan obat bius pada semua wanita itu. Saat bangun di tempat tidur klinik, Huayama merasa ada sesuatu yang salah, namun itu sudah terlambat.


Ternyata dokter menggugurkan kandungan Huayama, lalu membuatnya steril sehingga tidak dapat lagi mengandung. Huayama dan banyak wanita lain, menjadi korban kampanye keluarga berencana (KB).


Program KB itu dilakukan secara paksa, terhadap wanita-wanita pribumi di negara miskin Amerika Selatan itu. "Saya tidak diminta menandatangani apa pun. Mereka menjebak kami," kata Huayama.


"Perawat mengatakan kami harus pergi ke klinik, untuk mendapat pemeriksaan kesehatan gratis, obat dan makanan. Mereka mengatakan itu untuk kebaikan kami dan anak-anak kami," ucap Huayama yang kini berusia 59 tahun.


Dia menambahkan, para pekerja kesehatan pemerintah mengancam, mereka yang menolak tidak akan bisa memperoleh akses perawatan kesehatan di masa depan.




Sedikitnya 350.000 wanita dan 25.000 pria menjadi korban sterilisasi paksa, yang terjadi pada pertengahan 1990-an, bagian dari kebijakan mantan presiden Alberto Fujimori.


Fujimori mengklaim, kontrol kelahiran menjadi bagian krusial, dalam upaya mengatasi kemiskinan di Peru. Memberantas kemiskinan dilakukan Fujimori, dengan cara menghalangi orang-orang miskin memiliki keturunan.


Para wanita kerap diancam dengan sanksi denda atau penjara, jika menolak disterilisasi. Pada Mei lalu, jaksa Peru, Luis Antonio Landa Burgos, memerintahkan dibukanya kembali kasus sterilisasi paksa.


Perintah Burgos untuk dilakukannya penyelidikan, menandai ketiga kalinya kasus itu dibuka sejak 2009. Burgos mengatakan penyelidikan akan diperluas, dengan menyertakan kesaksian baru dari para korban.


Langkah Burgos itu akan menjadi ancaman baru bagi Fujimori, yang pada 2014 dinyatakan tidak bersalah untuk tuduhan kejahatan terhadap kemanusiaan. Fujimori yang dipenjara sejak 2007 untuk kasus korupsi, bersikeras mengatakan sterilisasi dilakukan secara sukarela.


Huayama mengatakan masa lalu tidak bisa dikembalikan. Namun keadilan bagi dirinya dan banyak wanita lain, adalah pemerintah harus menjamin tidak bakal terulangnya kejahatan itu.


"Mereka (negara) harus mengatakan maaf. Kami masih menunggu permintaan maaf," kata Huayama.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya