'Doyan Nyulik', Pemberontak Kolombia FARC Minta Maaf

Militer Kolombia saat menyisir markas FARC di pedalaman hutan.
Sumber :
  • REUTERS / John Vizcaino

VIVA.co.id – Kelompok pemberontak beraliran kiri, Angkatan Bersenjata Revolusi Kolombia (Fuerzas Armadas Revolucionarias de Colombia/FARC), meminta maaf atas "kekhilafannya" menculik puluhan ribu warga untuk membiayai kegiatan mereka.

Jejak Kriminal Otoniel, Gembong Narkoba Kolombia Sejajar Pablo Escobar

Melansir situs Aljazeera, Selasa, 13 September 2016, permintaan maaf ini datang ketika FARC sedang mempersiapkan diri menandatangani kesepakatan damai untuk mengakhiri konflik berkepanjangan.

FARC dan pemerintah Kolombia terlibat konflik selama 50 tahun atau setengah abad lamanya. Keduanya dijadwalkan menandatangani perjanjian damai pada 26 September 2016.

AS Ganjar 'El Loco' 35 Tahun Penjara

"Kami mengakui kesalahan dan minta maaf bahwa selama konflik berlangsung kami menyebabkan 'rasa sakit yang hebat' dengan menculik warga dibarter dengan tebusan uang untuk menopang kebutuhan gerakan. Ini mengakibatkan kerugian bagi seluruh keluarga," kata Ivan Marquez, Komandan FARC dan pimpinan negosiasi damai.

Berdasarkan data, sekitar 27 ribu warga telah diculik antara 1970-2010, di mana 90 persen dari mereka ditahan, dan atau, dijadikan tentara oleh FARC.

Sopir Bus yang Ajak Makan 30 Penumpang di Rumah Mertuanya saat Lebaran dapat Rp100 Juta

Kedua belah pihak telah mencapai kesepakatan gencatan senjata pada 24 Agustus lalu untuk mengakhiri perang saudara yang telah menewaskan lebih dari 260 ribu orang, 45 ribu dinyatakan hilang, dan 6,9 juta orang mengungsi.

Selain itu, sekitar tujuh ribu pejuang FARC diizinkan bergabung ke dalam masyarakat serta membentuk sebuah partai politik.

Usai penandatanganan, hasil kesepakatan damai ini akan dibawa ke referendum untuk dilakukan pemungutan suara pada 2 Oktober 2016, untuk memutuskan apakah Kolombia menerima atau tidak kesepakatan tersebut.

Pada pekan lalu, diperkirakan 7.500 pejuang FARC bersedia melucuti senjatanya di titik kumpul di bawah pengawasan Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Sementara, Presiden Kolombia, Juan Manuel Santos, mengaku bahwa gerilyawan yang menolak untuk membubarkan diri dan melucuti senjata pascakesepatakan, maka dianggap sebagai musuh negara.

"Kami akan kejar dengan mengerahkan seluruh kekuatan militer," kata Santos.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya