Di Perbatasan Bangladesh, Pengungsi Rohingya Ditolak

Pagar di Perbatasan Myanmar-Bangladesh.
Sumber :
  • REUTERS/Minzayar

VIVA.co.id – Baru dua hari terjadi aksi kekerasan di Rakhine, Myanmar, ribuan etnis Rohingya sudah melarikan diri ke Bangladesh.  Warga minoritas Muslim Rohingya melarikan diri ke perbatasan Bangladesh, namun penjaga perbatasan justru menolak mereka.

Muslim Rohingya Bantu Etnis Buddha Myanmar

Polisi Bangladesh mengatakan bahwa mereka telah memaksa 70 orang kembali ke Myanmar pada hari Sabtu setelah menemukan mereka mencoba masuk ke sebuah kamp pengungsi. Mereka ditangkap karena berusaha memasuki Bangladesh di daerah perbatasan Ghumdhum.

"Mereka memohon kepada kami untuk tidak mengirim mereka kembali ke Myanmar," kata seorang polisi, seperti dikutip BBC, Senin 28 Agustus 2017.

Wabah Corona: Muslim Rohingya di Myanmar, Satu Toilet Gantian 40 Orang

Namun sekitar 3.000 orang Rohingya telah berhasil memasuki negara tersebut dan mencari perlindungan di kamp-kamp. Seorang koresponden BBC di kamp darurat mengatakan banyak pengungsi  dari perbatasan yang datang dengan membawa cerita horor tentang perlakuan aparat.

"Mereka melepaskan tembakan begitu dekat sehingga saya tidak dapat mendengar apapun sekarang. Mereka datang dengan tongkat untuk mengantarkan kami ke perbatsan," kata Mohammad Zafar, berusia 70 tahun.

Akhirnya Anak-anak Muslim Rohingya di Bangladesh Bisa Sekolah

"Tolong selamatkan kami, kami ingin tinggal di sini, kalau tidak kami akan terbunuh," kata Amir Hossain, seorang warga Rakhine berusia 61 tahun.

Kekerasan terjadi saat gerilyawarn Rohingya menyerang 30 kantor polisi pada hari Jumat lalu yang kemudian berlanjut pada hari berikutnya. Lebih dari 100 orang, sebagian besar gerilyawan, dilaporkan terbunuh.

Rakhine, wilayah termiskin di Myanmar adalah rumah bagi lebih dari satu juta orang Rohingya. Mereka menghadapi pembatasan di negara mayoritas Buddha, di mana ketegangan telah terjadi selama bertahun-tahun.

Puluhan ribu orang Rohingya sebelumnya telah melarikan diri ke Bangladesh dan menuduh pemerintah Myanmar melakukan penganiayaan terhadap etnis. Akibat pembatasan yang dihadapi kelompok tersebut, ekstremisme pun diyakini telah tumbuh di antara mereka.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya