Di Tengah Pandemi Corona dan Ramadhan, 7 Lokasi Prostitusi Digerebek

Ilustrasi prostitusi
Sumber :
  • dok. pixabay

VIVA – Di tengah penerapan Pembatasaon Sosial Berskala Besar (PSBB), Polres Metro Jakarta Utara mengungkap sebanyak tujuh lokasi prostitusi terselubung dengan berkedok kafe yang menyediakan wanita pekerja sosial di kawasan Papanggo, Jakarta Utara, Minggu dini hari, 17 Mei 2020. Mirisnya lagi, praktek prostitusi tersebut dilakukan di tengah bulan suci Ramadhan.

Mudik Lebaran 2024 Dinilai Beri Dampak Positif untuk Perekonomian Indonesia

Kapolres Metro Jakarta Utara, Komisaris Besar Polisi Budi Herdy Susianto, mengatakan pengungkapan ini berawal saat pihaknya mendapatkan informasi dari masyarakat terkait adanya lokasi prostitusi terselubung tersebut. Laporan warga itu diterima Polres Metro Jakarta Utara melalui hotline tim tiger di nomor 08118569686.

"Di situ kami dapat laporan bahwa ada sejumlah kafe di Papanggo, Tanjung Priok, Jakarta Utara, masih buka di tengah PSBB," ujat Budhi dikonfirmasi, Senin, 18 Mei 2020.

Puasa Selesai, Saatnya Panaskan Ranjang dengan Gaya Baru Ini!

Berangkat dari hal tersebut, pihaknya langsung menggerakkan sejumlah anggota untuk merazia tujuh kafe tersebut. 

Dari hasil razia itu ditemukan 106 warga yang ketahuan melanggar PSBB. Di mana lima orang di antaranya merupakan pemilik kafe tersebut.

Haram Hukumnya Berpuasa pada Hari Raya Idul Fitri, Ini Penjelasannya

Setelah diselidiki lebih lanjut ditemukan bahwa kafe itu juga secara terselubung menjajakan Pekerja Seks Komersial (PSK). 

"Ketika kami lakukan penyelidikan. Ketahuan selain melanggar PSBB mereka juga melanggar tindak pidana tentang dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO)," ujar Budhi. 

Akhirnya, berbeda dengan 101 warga lain yang diamankan, kelima pemilik kafe itu selain diberi sanksi sebagai pelanggar PSBB juga ditetapkan sebagai tersangka Tindak Pidana Perdagangan Orang, dengan ancaman hukumannya maksimal bisa 15 tahun penjara. 

Budhi menjelaskan bahwa lima pemilik kafe itu ketahuan menyediakan tempat prostitusi senilai Rp300 ribu. Di mana Rp250 ribu diserahkan kepada PSK dan Rp50 ribu diambil untuk jatah operasional. 

"Para wanita tunasusila itu mengaku dibebani sejumlah utang kepada pemilik kafe sehingga harus membayar dengan cara bekerja sebagai PSK di tempat tersebut," ujar Budhi.

Adapun sejumlah barang bukti berhasil diamankan oleh polisi seperti alat kontrasepsi dan pembukuan transaksi jasa PSK.

Saat ini pihaknya hanya menahan lima pemilik kafe yang ketahuan menyediakan jasa PSK. Sedangkan para pelanggan dan PSK dikenakan sanksi PSBB. 

"Karena sampai saat ini kami belum menemukan adanya tindak pidana asusila di bawah umur," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya