- ANTARA FOTO/Reno Esnir
VIVA – Koordinator Juru Bicara Tim Badan Pemenangan Nasional atau BPN, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Dahnil Anzar Simanjuntak dicecar 43 pertanyaan, saat diperiksa sebagai saksi kasus dugaan penyebaran berita bohong atau hoaks penganiayaan aktivis Ratna Sarumpaet.
Dia menyebut alasannya bisa sampai percaya cerita Ratna, lantaran yang bersangkutan sendiri saat itu masuk ke dalam tim BPN Prabowo-Sandiaga. Tetapi, kenyatannya adalah dia malah dibohongi.
"Karena kami percaya dengan Bu Ratna, tim itu percaya dengan bu Ratna. Dia anggota tim, kita percaya. Enggak tahu saya (soal hoaks penganiayaan). Yang jelas, saya ditipu oleh Mba Ratna," kata dia di Markas Polda Metro Jaya, Selasa 16 Oktober 2018.
Dahnil tak berkata banyak soal pemeriksaan yang dia alami. Ia lebih memilih membahas hal lain dan menyerahkan soal pemeriksaanya pada kuasa hukum yang mendampingi.
Sementara itu, pengacara Dahnil, Djamalludin Koedoeboen masih bertanya-tanya kenapa polisi meminta keterangan Dahnil dalam kasus ini. Sebab, Dahnil dalam hal ini tidak pernah bertemu langsung dengan Ratna.
"Di satu sisi, Pak Dahnil ini belum pernah ketemu, bahkan tidak kenal secara pribadi dengan RS. Jadi, ya kalau dibilang apa namanya secara hukum ini, saksi yang testimonium diaudit. Yaitu, keterangan sebenarnya tidak terlalu menurut kami. tidak terlalu signifikan. Cuma, apabila penyidik mempunyai kewenangan mempunya inisiatif untuk panggil Dahnil, ya kita harus hormati lah putusannya," ujar dia menambahkan.
Lebih lanjut Djamalludin menjelaskan dalam pemeriksaan itu polisi bertanya bagaimana sampai akhirnya Dahnil bisa tahu kabar itu.
"Ini kan terkait dengan masalah alur cerita dari ibu RS ke beberapa saksi lain yang berkomunikasi dengan bu Ratna dan itu sampai ke pak Dahnil," ucapnya menyudahi.
Dalam kasus ini, Ratna Sarumpaet sudah ditahan dan ditetapkan sebagai tersangka. Ratna ditangkap polisi, Kamis malam, 4 Oktober 2018, di Bandara Soekarno Hatta, saat hendak bertolak ke Santiago, Cile.
Ratna ditangkap atas kasus dugaan penyebaran berita bohong atau hoax, terkait penganiayaan terhadapnya. Aktivis kemanusiaan itu disangkakan dengan Pasal 14 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan Pasal 28 jo Pasal 45 Undang-undang ITE. Atas kasus tersebut, Ratna terancam 10 tahun penjara. (asp)