Ahok Mengaku Temukan Lagi Potensi Sabotase di Waduk Pluit

Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Wahyu Putro

VIVA.co.id – Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, mengaku, menemukan lagi adanya potensi tindakan sabotase terhadap infrastruktur penanggulangan banjir di Waduk Pluit.

Cerita Ahok Dikibuli Anak Buah Saat Benahi Waduk Pluit

Ahok mengatakan, empat dari 10 mesin pompa di waduk yang menjadi penampung utama limpahan air dari sungai-sungai yang melintasi daerah-daerah strategis di Jakarta itu lagi-lagi ditemukan tidak berfungsi sejak Selasa, 12 Juli 2016.

Peristiwa serupa sempat terjadi pada awal tahun 2015. Saat itu, sungai-sungai di Jakarta tidak mampu menampung limpahan air ketika hujan berlangsung lama dan sedang deras-derasnya. Akibatnya, kawasan Jakarta Pusat, termasuk sekitar Istana Negara, sempat terendam genangan.

Pasukan Oranye Akhir Pekan ini Bersihkan Waduk Pluit

"Bagi saya (peristiwa matinya empat pompa), saya kesal saja, kan enggak lucu," ujar Ahok di Balai Kota DKI, Kamis, 14 Juli 2016.

Ahok mengatakan, pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI 2016, Pemerintah Provinsi DKI melalui Dinas Tata Air telah menganggarkan kegiatan penggantian dan perawatan kabel sebesar miliaran rupiah. Hal itu seharusnya membuat Waduk Pluit selalu siap menerima limpahan air sebesar apapun agar genangan banjir tidak terjadi di Jakarta.

Ahok Klaim Bakal Bayar Rp200 Juta Perbaiki Pompa Pluit

"Pokoknya selama PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap Muara Karang) hidup, enggak meledak, enggak ada cerita pompa di Waduk Pluit disetop," ujar Ahok.

Namun kenyataannya, saat hujan masih kerap terjadi di musim kemarau akibat fenomena 'La Nina' saat ini, Waduk Pluit lagi-lagi tidak bisa berfungsi optimal menjadi penampung limpahan air sebelum dibuang ke laut.

Ahok mengatakan, berdasarkan laporan operator pompa, kerusakan saat ini diketahui terjadi pada kabel yang menghubungkan trafo dan mesin pompa, bukan kabel yang menghubungkan gardu dengan mesin yang telah diganti.

Hal ini yang membuatnya curiga sabotase kembali terjadi. Karena termasuk pada kegiatan perawatan besar, penggantian kabel harus dianggarkan di APBD. Tahapan birokrasi harus dilalui agar penggantian kabel bisa dilakukan.

"Ini alasannya pompanya enggak rusak, tapi kabel trafo yang rusak. (Saya tanya) kabel trafo berapa duit? 'Rp200 jutaan' Pak. (Saya bilang) Beli dong. (Dia jawab) 'Enggak bisa Pak, ini Rp200 juta lebih sedikit Pak, mesti nunggu lelang'," ujar Ahok.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya