Respons KPAI Soal Anak SD Berjuluk Ahok yang Dibully

Ilustrasi remaja
Sumber :
  • Pixabay/ wokandapix

VIVA – Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia Bidang Pendidikan, Retno Listyarti, mengungkapkan pihaknya telah menerima sejumlah pengaduan – baik melalui akun Facebook KPAI maupun aplikasi WhatsApp –  terkait dugaan kasus persekusi di salah satu SD Negeri di wilayah Pasar Rebo, Jakarta Timur.  

Pembeli Menjerit, Harga Daging Ayam Sekilo Rp38 Ribu

Dalam tulisan yang viral tersebut dinyatakan bahwa SB (sebelumnya ditulis berinisial J) mengalami kekerasan dari teman sebayanya, diduga dengan menggunakan ujung pena dan dijuluki Ahok. 

Setelah menerima pengaduan, kata Retno, KPAI segera berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta untuk meminta klarifikasi. Saat itu, Dinas Pendidikan DKI Jakarta menjelaskan bahwa SDN 16 Ciracas sudah dilebur menjadi SDN 13 Ciracas dua tahun yang lalu.  

Adu Banteng, Pengendara Motor di Jaktim Tewas Seketika

KPAI diberi data bahwa nama siswa yang dimaksud tidak terdapat dalam daftar nama siswa di sekolah tersebut. Namun, pihak Dinas Pendidikan DKI Jakarta menyatakan akan tetap melacak dan berjanji menyampaikan perkembangannya kepada KPAI. 

"Satu jam setelah bertemu dengan pihak Dinas Pendidikan DKI Jakarta,  KPAI menerima informasi bahwa SDN yang dimaksud berada di wilayah Pekayon (bukan Ciracas), Pasar Rebo, Jakarta Timur.  Akhirnya, KPAI memutuskan untuk langsung pengawasan ke sekolah," kata Retno dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 31 Oktober 2017. 

ODGJ Bakar 2 Motor di Rawamangun Jakarta Timur

Dari informasi yang diterima KPAI,  menurut Retno, telah berlangsung mediasi antara orangtua SB, termasuk pamannya, pihak sekolah, dan pengawas sekolah.  Belakangan pihak Polsek setempat juga datang ke sekolah.

Diduga Klarifikasi 

Saat KPAI meminta informasi hasil mediasi, ternyata tidak ada poin-poin kesepakatan. KPAI menduga hal tersebut bukan mediasi tapi klarifikasi. Satu-satunya informasi yang muncul adalah ibunda SB meminta kasus ini tidak diperpanjang.  

Berdasarkan keterangan pihak sekolah, kata Retno, SB sejak kelas satu memang sudah dijuluki Ahok. Hal tersebut terjadi diduga  karena SB secara fisik memang putih, bermata sipit dan ganteng.  Saat itu, julukan Ahok dirasa positif karena pada 2015 tersebut,  Ahok adalah gubenur yang banyak mendapatkan pujian. Kondisi tersebut memang dibiarkan oleh guru kelas dan guru agama karena anak-anak tidak bermaksud mem-bully.  

Namun, usai Pilkada Jakarta, panggillan Ahok terhadap SB terlontar jika SB melakukan suatu keisengan terhadap teman-temannya di kelas,  di mana teman yang dijahili tersebut kesal.  Saat itulah terlontar kata "dasar Ahok".  KPAI menilai bahwa di sana letak bully tadi, dimana makna nama Ahok yang sebelumnya positif kemudian bergeser menjadi bermakna negatif.  

"Hal ini juga yang diduga kuat menjadi alasan bagi orangtua SB yang berencana memindahkan SB ke sekolah lain setelah pembagian rapor semester ganjil," ujarnya.

Namun, menurut Retno, pihak sekolah membantah bahwa SB mengalami kekerasan fisik berupa penusukan pena pada tangan. Sebab, menurut sekolah saat klarifikasi di sekolah tidak ditemukan luka pada tangan SB.  

Pihak sekolah juga menyatakan, orangtua SB tidak pernah melapor ke sekolah terkait dugaan tindak kekerasan dan persekusi.  Tapi mengakui bahwa SB sudah tidak masuk selama seminggu dan pihak sekolah belum sempat mengunjungi SB di rumahnya.  

Kabar itu mencuat setelah akun Facebook Bearo Zalukhu mengunggah tulisan soal dugaan bullying itu. Tulisan itu diunggah Senin, 30 Oktober 2017. Hingga Selasa, 31 Oktober 2017 sore, tulisan itu telah dibagikan sebanyak 6.254 kali dan mendapat sekitar 4.200 komentar.

Dalam unggahan itu, Bearo menulis bahwa dia adalah paman dari J. Kejadian diketahui saat dia datang ke rumah J. Dalam tulisan yang diunggah Bearo, antara lain menyebutkan keponakannya ditusuk dibagian tangan oleh teman-temannya memakai pena. Keponakannya juga disebut-sebut sebagai ah*k. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya