DPR Jamin Dukung Penguatan Industri Pertahanan Swasta‎

Ilustrasi pameran Alutsista di Bandung
Sumber :
  • ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

VIVA – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Bambang Soesatyo menjamin komitmen lembaga legislatif mendorong penguatan industri pertahanan swasta nasional. Pengadaan alat utama sistem pertahanan (alutsista) untuk TNI dan Polri diperlukan dari swasta, bukan hanya BUMN.

Ikuti Arahan Jokowi, KSAL: Alutsista TNI AL 70 Persen Buatan Dalam Negeri

Menurut Bamsoet, pentingnya pengadaan dengan dukungan swasta agar jangan terus memprioritaskan alutsista dari luar negeri. Maka, kata dia, peran Perhimpunan Industri Pertahanan Swasta Nasional (Pinhantanas) diperlukan.

"DPR mendorong Pinhantanas bisa berperan, bergerak maju dan menguasai peralatan pertahanan yang dibutuhkan Polri dan TNI," kata Bamsoet dalam keterangannya, Selasa, 13 Februari 2018.

Mengintip Kemahiran Prajurit Skadron Teknik 042 TNI AU Upgrade Jet Tempur F-16 untuk Hadapi Musuh

Dia menekankan memang ada persaingan kuat dengan alutsista dari luar negeri. Untuk bisa bersaing, kualitas alutsista dari dalam negeri juga harus dijaga.

"Sebagai produsen dalam negeri juga harus bisa bersaing kualitasnya dengan kualitas impor," tutur politikus Golkar tersebut.

Kepala Staf TNI AU Datangi Kantor Prabowo, Jadi Beli Jet Tempur Baru?

Terkait jumlah anggaran, Bamsoet mengaku belum mengetahui. Namun, ia mendapat kabar anggaran yang dialokasikan negara untuk peningkatan alutsista mencapai ratusan triliun rupiah.

"Untuk TNI saya dengar mencapai Rp100 triliun. Saya kurang tahu untuk Polri, tapi kira-kira di atas Rp70 triliun untuk Polri," kata dia.

Adapun Dewan Penasehat Pinhantanas, Connie Bakrie, mengapresiasi pertemuan pihaknya dengan Ketua DPR, Senin, 12 Februari. Dalam pertemuan ini, turut hadir pula Ketua Harian Pinhantanas, Mayjen (Purn) Jan Pieterk.

Dengan komitmen DPR maka diharapkan Connie menjadi sinyal positif bagi industri pertahanan swasta. Pasalnya, sejauh ini, pengadaan alutsista Polri dan TNI  belum berpihak kepada industri pertahanan swasta.

Untuk persoalan ini, kata dia, mestinya ada perubahan regulasi seperti aturan dalam Undang Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan. Dalam Pasal 11 UU tersebut, justru dinilai menyulitkan peran industri swasta karena lebih memberikan tempat kepada BUMN.

"Pasal 11 yang menyatakan yang menjadi integrator hanya BUMN. Padahal pelaku industri swasta sudah banyak tetapi tidak diberikan ruang untuk maju," tutur Connie yang juga pengamat militer tersebut.

Kemudian, ia juga memberikan masukan untuk meningkatkan industri swasta dengan Pinjaman Dalam Negeri (PDN). Hal ini penting lantaran industri pertahanan swasta nasional selalu menemui kesulitan ketika mengajukan pinjaman.

"Bagaimana kami ingin perlakuan negara soal legislasi kebijakan PDN. PDN itu sekarang anggaran penyerapannya buruk, tapi bisa jadi baik bila industri swasta bisa menyerap dan dialokasikan dalam jangka lima tahun," tutur Connie. (one)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya