Bom Surabaya Bukti Ekonomi Bukan Faktor Pendorong Terorisme

Kondisi Gereja setelah Teror Bom Bunuh Diri di Surabaya
Sumber :
  • VIVA/Rahmad Noto

VIVA – Peristiwa teror bom bunuh diri yang dilakukan satu keluarga di tiga gereja di Surabaya, Jawa Timur, pada Minggu, 13 Mei 2018, merupakan bukti bahwa kondisi ekonomi bukan faktor utama pendorong terorisme.

Hakim India Hukum Mati 38 Terdakwa Ledakan Bom 2008

Menurut Ketua Umum Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Sahat Martin Sinurat, para pengebom merupakan keluarga dengan kondisi ekonomi yang tergolong sangat baik.

"Terjadinya peristiwa-peristiwa terorisme ini, ternyata tidak hanya (disebabkan) faktor ekonomi," ujar Sahat usai diskusi yang dilakukan perwakilan GMKI dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor Wakil Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis, 17 Mei 2018.

2 Tersangka Ledakan di Sibolga Ternyata Simpan 60 Botol Bom Ikan

Sahat menyampaikan, selain fokus pada upaya peningkatan kesejahteraan rakyat, pemerintah juga harus memerhatikan penyebaran ideologi menyimpang yang dilakukan kalangan tertentu, seperti ormas, lembaga pendidikan, bahkan lembaga keagamaan.

"Kalau kita berpikir radikal (akibat terpapar ideologi menyimpang), di akhirnya kita pasti bisa melakukan tindakan terorisme," ujar Sahat.

Polri Ungkap Kronologi Ledakan Tangkahan Ikan di Sibolga

Lokasi ledakan bom di Mapolrestabes Surabaya

Selain itu, Sahat menyampaikan, faktor eksternal seperti instabilitas di sejumlah negara juga bisa menjadi pemicu terjadinya teror di Tanah Air. Saat ini sendiri pemerintah sedang mengambil sikap waspada atas pulangnya sebanyak 500 WNI dari Suriah yang dijuluki sebagai 'teroris generasi ketiga', atau militan yang pulang ke negara asalnya.

"Faktor eksternal itu seperti negara-negara gagal yang kemudian orang-orang datang ke sana, seperti Afghanistan, Suriah, dan lain-lain. Ketika sampai di sana, mereka melihat peristiwa bom," ujar Sahat.

Sahat menyampaikan bahwa GMKI mendukung upaya pemerintah berperan menciptakan stabilitas di negara-negara yang bisa menjadi asal dari ajaran-ajaran radikal.

Upaya itu bisa turut meredam tersebarnya ajaran itu ke Tanah Air di samping diteguhkannya pula ideologi-ideologi agama yang benar serta ideologi Pancasila di dalam negeri.

"Upaya yang dilakukan diikuti pula dengan penguatan kembali peran-peran kelembagaan, supaya bisa menanamkan spirit-spirit Pancasila dengan lebih baik," ujar Sahat.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya