Komnas HAM Sebut Kasus Meiliana Tak Ada Unsur Pidana

Terdakwa kasus penistaan agama Meiliana (tengah) di PN Medan 21 Agustus 2018
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Irsan Mulyadi

VIVA – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menyesalkan vonis 1,8 bulan yang dijatuhkan kepada seorang ibu bernama Meiliana, yang dianggap melakukan penistaan agama karena volume suara azan.

M Kece Dituntut 10 Tahun Penjara

"Saya kecewa dengan hukuman tersebut. Itu kan peristiwa interaksi sosial yang biasa saja terjadi di masyarakat, kenapa mesti dipidanakan," ujar Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik kepada VIVA di Jakarta, Jumat, 24 Agustus 2018.

Ia menjelaskan, bahwa tindakan Meiliana murni soal komunikasi sosial di masyarakat, tidak ada unsur pidananya. Justru tindakan pidana jelas terjadi dalam peristiwa persekusi dan perusakan rumah Meiliana.

Marak Kasus Penistaan Agama di Pakistan, Perempuan Muda Divonis Mati

"Yang kriminal adalah tindakan persekusi, menyerang dan merusak rumah dia, membakar vihara, itu yang pidana," ujarnya.

Taufan menyimpulkan bahwa tindakan Meiliana itu semestinya dapat diselesaikan secara sosial di tengah-tengah masyarakat dan tidak berujung kepada masalah pidana.

Ferdinand Hutahaean Tulis Surat Permohonan Maaf dari Penjara

"Lebih dari itu, kami berpandangan pasal penistaan agama sudah mesti dihapuskan karena sangat bias dan bersifat pasal karet," ujarnya.

Sebelumnya, Meiliana dijatuhkan vonis 18 bulan penjara oleh majelis hakim pengadilan negeri Medan, Sumatera Utara pada 21 Agustus 2018 lalu.

Hakim Prasetyo Wibowo yang memimpin peradilan menyebutkan bahwa Meiliana terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 156 huruf a KUHP atas perbuatannya memprotes volume suara azan yang berkumandang di lingkungannya.

Suara azan

Perkara itu bermula saat Meiliana mendatangi tetangganya di Jalan Karya Lingkungan I, Kelurahan Tanjung Balai Kota I, Tanjung Balai Selatan, Kota Tanjungbalai, pada Jumat, 22 Juli 2016.

Dia berkata kepada tetangganya, "Kak, tolong bilang sama uwak itu, kecilkan suara masjid itu, Kak, sakit kupingku; ribut," sambil menggerakkan tangan kanannya ke kuping kanan.

Permintaan Meiliana disampaikan kepada BKM Al Makhsum. Pada Jumat malam, 29 Juli, pengurus masjid mendatangi kediaman Meiliana dan mempertanyakan permintaan perempuan itu.

“Ya lah, kecilkanlah suara mesjid itu, ya, bising telinga saya; pekak mendengar itu," jawab Meiliana.

Mereka sempat cekcok. Setelah pengurus masjid kembali untuk salat Isya, suami Meiliana, Lian Tui, datang ke masjid untuk meminta maaf. Namun kejadian itu telanjur menjadi perbincangan warga. Masyarakat pun menjadi ramai.

Kira-kira pukul 21.00 WIB, kepala lingkungan membawa Meiliana dari rumahnya ke kantor kelurahan setempat. Warga semakin ramai dan berteriak. Warga mulai melempari rumah Meiliana. Kejadian itu pun meluas. Massa mengamuk dan membakar serta merusak sejumlah vihara dan klenteng serta sejumlah kendaraan di kota itu.

Meiliana akhirnya dilaporkan ke polisi. Komisi Fatwa MUI Sumut membuat fatwa tentang penistaan agama yang dilakukan Meiliana. Penyidik menetapkan Meiliana sebagai tersangka. Dua tahun berselang, Jaksa menahan perempuan itu di Rutan Tanjung Gusta Medan sejak 30 Mei 2018. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya