DPR: Tangani Gempa, RI Harus Belajar dari Cile

Foto udara kawasan terdampak gempa dan tsunami di Pantai Teluk Palu di Palu, Sulawesi Tengah.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi

VIVA – Anggota Komisi VII DPR, Ahmad HM Ali mengatakan, penanggulangan bencana gempa di Indonesia harus lebih sistemik dan terpadu, tidak hanya terkait dengan mitigasi risiko, tetapi juga manajemen bencana (disaster management).

Gunung Kidul Yogyakarta Diguncang Gempa, Getaran Terasa hingga Pacitan

“Semacam protokol penanganan bencana gempa yang lebih menyeluruh dan terpadu. Indonesia perlu belajar banyak dari negara-negara lain yang mampu menangani gempa dengan baik," kata Ali dalam keterangan persnya, Senin, 4 Februari 2019.

Ali yang juga Ketua Fraksi Partai Nasdem mencontohkon, Cile yang pernah diluluhlantakkan gempa bumi kemudian mengambil langkah strategis dengan melahirkan "Chile prepares", sebuah kebijakan yang berkaitan dengan pembangunan infrastruktur sistem penanganan bencana gempa yang sangat baik. 

Gempa Susulan Masih Terus Muncul, Jumlah Pengungsi di Pulau Bawean Kian Bertambah

Tahun 2015, saat Cile diterjang gempa berkekuatan 8,3 SR yang disusul tsunami, hanya dalam hitungan menit, otoritas Cile berhasil mengevakuasi satu juta warganya. Dengan kekuatan gempa sedahsyat itu, korban meninggal hanya 13 orang. 

"Bandingkan dengan gempa di Indonesia yang bermagnitudo lebih rendah, namun korban yang jatuh jauh lebih banyak," ujarnya.

Top Trending: Arti Gempa Bulan Ramadhan Menurut Primbon Jawa, Jayabaya Ramalkan Pulau Jawa Ini

Ali menyebut, Jepang dan Meksiko merupakan dua negara rawan gempa lainnya yang unggul dalam sistem mitigasi gempa dan disaster management, berupa alarm pendeteksi gerakan seismik yang mampu memberi waktu lebih dari satu menit kepada warga untuk menyelamatkan diri serta penerapan konstruksi tahan gempa yang konsekuen.

Dengan sistem penanganan bencana gempa yang terpadu, Ali yakin korban dan dampak dapat diminimalisir. Ia menekankan pentingnya sistem logistik kedaruratan bencana sebagai bagian integral dari sistem penangangan gempa terpadu.

“Pengalaman gempa Palu, banyak korban ditemukan di bawah reruntuhan yang seharusnya dapat diselamatkan.  Namun, karena keterbatasan dan keterlambatan alat berat, membuat proses evaskuasi terhambat dan nyawa mereka tak tertolong. Belum lagi persoalan distribusi bantuan makanan dan obat-obatan yang kacau terkait titik evakuasi yang tak terorganisasi baik," kata dia. 

Persoalan-persoalan tersebut menurutnya berpangkal pada belum adanya keseriusan membangun sistem logistik kedaruratan bencana. Oleh karenanya, ia mengusulkan Palu menjadi pilot project penerapan sistem penanganan gempa terpadu. 

"Bukan hanya karena Palu baru saja mengalami gempa dan tsunami parah, tetapi karena status Sulawesi Tengah sendiri tercatat sebagai wilayah rentan gempa karena keberadaan sesar Palu Koro," tuturnya. (yns)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya