Kasus Slamet Ma'arif Dihentikan, Polisi Sebut Belum Cukup Bukti

Kadiv Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo.
Sumber :
  • VIVA/Syaefullah

VIVA – Polisi resmi menghentikan kasus dugaan pelanggaran kampanye yang dilakukan Ketua Persaudaraan Alumni (PA) 212, Slamet Ma'arif. Polisi menyebut penghentian kasus tersebut merupakan hasil gelar perkara antara penyidik dan Sentra Gakkumdu serta para ahli.

Joint Operation Bea Cukai dan Polri Gagalkan Peredaran Kokain Cair dan Serbuk MDMA

Dari hasil gelar perkara tersebut menyatakan bahwa niat yang biasa disebut mens rea tersangka belum cukup bukti melakukan pelanggaran kampanye.

"Dari hasil gelar perkara gakkumdu (penegakan hukum terpadu) dan ahli disimpulkan bahwa mens rea atau niat tersangka SM perbuatan unsur kesengajaan belum cukup bukti. Oleh karena itu gelar perkara menyimpulkan bahwa kasus dihentikan," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Polisi Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa, 26 Februari 2019.

Menko Polhukam Sebut 1.900 Mahasiswa Terindikasi Korban Perdagangan Orang di Jerman

Ia pun menyatakan, memang dalam perkara yang dilakukan, setelah proses pemanggilan kedua terhadap Slamet menjadi perdebatan. Namun setelah proses yang cukup panjang maka disimpulkan bahwa kasus ini dihentikan.

Dengan kesimpulan tersebut maka status tersangka Slamet gugur. Namun, Dedi menuturkan tak menutup kemungkinan kasus ini dibuka kembali jika penyidik menemukan alat bukti baru.

4 Pelaku Terorisme Moskow Ternyata di Bawah Pengaruh Obat-Obatan Terlarang

"Ya dihentikan. Kalau ada bukti baru yang cukup tak menutup kemungkinan (dibuka kembali). Status tersangka udah gugur," katanya.

Mengenai alasan gelar perkara baru dilakukan pasca dua kali pemanggilan Slamet tak hadir, mantan Wakapolda Kalimantan Tengah ini menjelaskan, hal tersebut memang harus dilakukan.

Sebab apabila ada pemanggilan ketiga maka polisi melakukan upaya paksa atau penjemputan paksa terhadap Slamet. Jika hal tersebut dilakukan maka penyidik harus secara matang menjelaskan konstruksi hukumnya.

"Panggilan ketiga itu kan upaya paksa dan penahanan makanya harus matang dan jangan salah langkah. Untuk itu meminta pendapat gakkumdu dan ahli," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya