Kasus Baiq Nuril, Pengacara Nilai Alasan MA Blunder

Terpidana kasus pelanggaran UU ITE Baiq Nuril.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Dhimas B. Pratama

VIVA – Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan peninjauan kembali (PK) Baiq Nuril. Alasan MK karena perbuatan Baiq yang merekam pembicaraan dengan Haji Muslim, membuat mantan atasannya itu dan keluarga mengalami kerugian moril.

Dua Poin Penting Revisi UU ITE

Merespons hal tersebut, pengacara Baiq Nuril, Aziz Fauzi menilai alasan MA tersebut blunder. Dia mengatakan sangat keliru jika MA menggunakan dalil kerugian moril, karena pasal 27 ayat (1) Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang menjerat Nuril bukan merupakan delik materiil.

"Blunder besar, Pasal 27 ayat (1) UU ITE itu delik formil yang menekan pada Sebab. Itu bukan delik materiil yang menekankan pada timbulnya Akibat," ujarnya dalam keterangan tertulis, Jumat, 12 Juli 2019.

Ferdinand Hutahaean Tulis Surat Permohonan Maaf dari Penjara

Pasal yang menjerat Nuril memang bukan merupakan delik materiil yang memiliki esensi pada timbulnya akibat seperti rasa malu. Tetapi, pasal 27 ayat (1) adalah delik formil yang menekankan pada sebab yang dilarang.

Sebab, yang dilarang dalam pasal tersebut adalah mendistribusikan, mentransmisikan dan membuat dapat diakses informasi atau dokumen elektronik yang bermuatan kesusilaan.

Jadi Tersangka Penistaan Agama, Joseph Suryadi Terancam 6 Tahun Bui

"Adanya akibat orang mau malu atau rugi secara moril tidak bisa jadi dasar pemidanaan atau pun dasar yang memberatkan pidana, karena Sebab yang dilarang tidak terpenuhi," tutur Aziz.

Sementara itu, dalam kasus Nuril, Aziz mengatakan Baiq Nuril tidak memenuhi unsur pasal 27 ayat (1) UU ITE, karena pada persidangan Baiq Nuril tidak terbukti mendistribusikan, mentransmisikan dan membuat dapat diakses informasi atau dokumen elektronik yang bermuatan kesusilaan.

"Dalam perbuatan Ibu Nuril sebab yang dilarang Pasal 27 ayat (1) UU ITE tidak terpenuhi. Karena terbukti tidak pernah melakukan transaksi elektronik dengan cara distribusi, transmisi, atau membuat dapat diakses rekaman yang bermuatan kesusilaan," ujarnya.

Kasus ini berawal rekaman pembicaraan Haji Muslim yang menceritakan dirinya bersetubuh dengan seorang wanita berinisial L pada Nuril kemudian direkam Nuril. Rekaman tersebut kemudian ditransmisikan oleh rekan Nuril, Imam Mudawin pada HP milik Imam Mudawin.

Rekaman tersebut kemudian beredar dan berujung laporan Muslim ke polisi. Kasus pun berlanjut ke persidangan di Pengadilan Negeri Mataram. Di tingkat PN Mataram, Nuril divonis bebas, tak bersalah.

Namun, jaksa mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung yang berujung vonis 6 bulan dan denda Rp500 juta untuk Nuril. Upaya PK yang diajukan Nuril ditolak MA.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya