Jalan Berliku Baiq Nuril Cari Keadilan

Baiq Nuril Maknun beserta putranya.
Sumber :
  • VIVA/Muhamad Solihin

VIVA - Baiq Nuril Maknun bisa tersenyum lepas. Mantan guru honorer di SMAN 7 Mataram di Provinsi Nusa Tenggara Barat itu akhirnya terlepas dari ancaman hukuman penjara yang selama ini menghantuinya. Hal itu terjadi setelah Presiden Joko Widodo memberikan amnesti atau pengampunan terhadap Baiq melalui Keputusan Presiden (Keppres) pada Senin, 29 Juli 2019.

Namun, kebebasan Baiq tidak dia dapatkan secara mudah. Dia harus menempuh jalan yang cukup terjal dan berliku.

Kasus Baiq Nuril mulai mengemuka ke publik usai Mahkamah Agung dalam putusan kasasinya menyatakan bahwa Baiq bersalah atas tindakannya menyebarkan rekaman bermuatan kesusilaan dan dihukum enam bulan penjara serta denda Rp500 juta subsider tiga bulan penjara pada 12 November 2018. MA menilai Baiq melanggar pasal 27 ayat 1 Undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Dalam hal ini, MA mengabulkan permohonan kasasi yang diajukan jaksa penuntut umum Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat.

Sebelumnya pada tingkat pertama di Pengadilan Negeri Mataram, majelis hakim memutuskan Baiq tidak bersalah dan membebaskannya dari status tahanan kota pada 2017. Tapi, jaksa menempuh upaya hukum lanjutan sampai kemudian mereka memenangkan perkara di tingkat kasasi.

Baiq menjadi korban pelecehan seksual dari mantan Kepala Sekolah SMA Negeri 7 Mataram, Nusa Tenggara Barat, bernama Muslim, semasa dia bekerja sebagai guru honorer di sekolah tersebut. Muslim kerap mengajaknya berbincang hal-hal berbau pornografi yang menurutnya tak pantas disampaikan oleh seorang kepala sekolah kepadanya. Pelecehan seksual itu terjadi berulang kali.

Merasa tak tahan mendengar ocehan sang kepala sekolah yang terus disampaikan berulang-ulang, ia memutuskan merekam suara Muslim, ketika Muslim sedang melakukan aksinya. Saat itu Muslim menelepon Baiq. Dari sekitar 20 menit percakapan, hanya lima menit Muslim bicara masalah pekerjaan. Sisanya, Muslim bercerita tentang pengalaman seksualnya dengan perempuan yang bukan istrinya. Perbincangan itu juga dibarengi ucapan Muslim yang melecehkan Baiq secara seksual. Baiq merekam percakapan tersebut pada 2012.

Berdasarkan fakta persidangan di Pengadilan Negeri Mataram, terungkap bahwa Baiq memang tidak menyebarluaskan rekaman mesum sang kepala sekolah, Muslim. Rekaman itu justru ditransmisikan dan didistribusikan oleh seorang rekannya bernama Imam Mudawin.

Muslim saat itu menelepon Baiq dan berbicara tentang hubungan intim dengannya. Tidak tahan diperlakukan seperti itu, Baiq pun merekam percakapan atasannya itu. Saat Baiq bertemu Imam Mudawin, tanpa sepengetahuannya, rekaman itu didistribusikan atau dikirim oleh Imam dan lalu menyebar luas.

Setelah resmi MA memutusnya bersalah, Baiq didampingi kuasa hukumnya kemudian melakukan sejumlah langkah. Pertama adalah mengajukan peninjauan kembali (PK) pada Kamis, 3 Januari 2019, dan juga melakukan eksaminasi publik atau pemeriksaan terhadap putusan yang dikeluarkan hakim MA.

Kedua, mengajukan permohonan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Ketiga, melaporkan si kepala sekolah, M, ke Polda NTB, meskipun pada akhirnya dihentikan karena dinilai pelecehan seksual secara verbal tidak masuk dalam penjelasan KUHP.

Selain itu, jumlah pihak juga memberikan dukungan kepada Baiq, dalam bentuk membuat petisi, melakukan aksi demonstrasi, dan lain-lain. Misalnya, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PPA) Yohana Yembise yang melakukan pendampingan terhadap Baiq Nuril, mahasiswa menggalang donasi untuk Baiq.

Upaya-upaya tersebut pada prosesnya tidak membuahkan hasil yang memuaskan. Terkhusus untuk upaya hukum PK, MA menolak permohonan tersebut pada Kamis, 4 Juli 2019, karena menilai putusan kasasi sudah benar, dan tindakan Baiq yang menyerahkan ponsel miliknya kepada orang lain kemudian dapat didistribusikan dan dapat diakses informasi atau dokumen elektronik yang berisi pembicaraan yang bermuatan tindak kesusilaan, tidak dapat dibenarkan.

Baiq Nuril tidak menyerah. Dia kemudian menempuh jalan 'terakhir' yaitu meminta amnesti atau pengampunan dari Presiden Jokowi. Secara resmi, dia lantas mengirimkan surat permohonan amnesti.

Keadilan mulai berpihak pada Baiq. Dalam tahap ini, Jokowi bersikap positif. Dia bersedia untuk mempertimbangkan permohonan Baiq.

Tak hanya itu, DPR pun mendukung upaya Baiq tersebut, dan mendesak Jokowi untuk memberikan amnesti.

Soal Kasus Pencemaran Nama Baik yang Dilaporkan Pengelola ABC Ancol, Ini Kata Polisi

Dalam prosesnya, Baiq juga menemui Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly untuk membahas soal amnesti presiden. Yasonna lantas mengungkap alasan pentingnya Baiq menerima amnesti, dan kemudian mengeluarkan rekomendasi.

Di tengah upaya Baiq itu, Kejaksaan Agung juga memainkan perannya. Demi keadilan, mereka memutuskan untuk tidak buru-buru mengeksekusi Baiq.

Viral Video Dishub Ngotot Periksa Surat Kendaraan, Bagaimana Aturannya?

Pada akhirnya, Jokowi mengirimkan surat pertimbangan amnesti untuk Baiq ke DPR. Setelah Komisi III, dan juga DPR secara keseluruhan menyetujuinya dalam rapat paripurna, maka Jokowi secara resmi menerbitkan amnesti untuk Baiq Nuril.

Pada Senin, 29 Juli 2019, Keppres berisi amnesti untuk Baiq terbit. Bersamaan dengan itu, perjuangan perempuan asal NTB itu akhirnya menemukan titik yang indah. Dia bebas dan tentunya bisa menjalani hidupnya dengan baik bersama keluarga dan masyarakat sekitar seperti sedia kala. (ren)

Viral Sopir Taksi Online Rekam Penumpang Wanita dan Disebar ke Grup WA: Buat Bahan
Revisi UU ITE Disahkan

Revisi UU ITE Disahkan, Privy Siap Amankan Transaksi Keuangan Digital

Keamanan transaksi keuangan digital kini telah memperoleh kepastian hukum dengan disetujuinya revisi kedua UU ITE menjadi Undang-Undang No. 1 Tahun 2024 oleh Presiden RI

img_title
VIVA.co.id
28 Maret 2024