Logo timesindonesia

Demo, Warga Desa Pamaroh Pamekasan Tuntut Diskualifikasi Cakades

Suasana massa aksi dari Desa Pamaroh, saat menyampaikan aspirasi depan DPRD Pamekasan.(FOTO: Akhmad Syafi"i/TIMES Indonesia)
Suasana massa aksi dari Desa Pamaroh, saat menyampaikan aspirasi depan DPRD Pamekasan.(FOTO: Akhmad Syafi"i/TIMES Indonesia)
Sumber :
  • timesindonesia

Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) serentak di Pamekasan yang digelar beberapa waktu lalu masih menyisakan masalah. Seperti yang terjadi di Desa Pamaroh, Kecamatan Kadur, Kabupaten Pamekasan. Warga melakukan aksi demonstrasi menuntut Bupati Pamekasan mendiskualifikasi calon kepala desa (cakades) nomor urut 3, yakni Asy Ari.

Ratusan warga menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Bupati Pamekasan, Senin (30/9/2019). Mereka menuding pihak Panitia Pelaksana Kepala Desa (P2KD) berbuat curang karena surat suara tercoblos melebihi peserta yang hadir, yakni sebanyak 18 suara.

Berdasar data yang dihimpun TIMES Indonesia, dalam kontestasi Pilkades di Desa Pamaroh terdapat tiga calon, yakni Afif Amrullah, nomor urut 1, Syafiuddin Effendi nomor urut 2 dan Asy Ari, nomor urut 3. Sementara jumlah daftar pemilih tetap (DPT), yakni sebanyak 4.115 orang dan yang hadir memberikan hak suaranya dalam Pilkades ini sebanyak 3.619 orang.

Dari hasil penghitungan itu, Cakades Asy Ari mendapatkan 1.783 suara dan unggul 6 suara dari Afif Amrullah yang mendapatakan 1.777 suara, sementara Syaifuddin Effendi memperoleh 57 suara. 

Namun setelah dihitung, surat suara di Pilkades Pamaroh yang tercoblos sebanyak 3.637 suara, sehingga terjadi kelebihan sebanyak 18 suara. Pada saat itulah terjadi keributan sehingga satu saksi dari Cakades nomor urut 1 menolak tanda tangan. Sampai saat ini Cakades di Desa Pamaroh masih belum ditetapkan. 

Haidar, Korlap aksi dalam orasinya mengatakan kedatangan ratusan warga desa Pamaroh ke kantor Bupati Pamekasan ingin meminta keadilan terkait sengketa dalam Pilkades Pamaroh.

"Kelebihan 18 suara ini penyebab biang kerok Pilkades Pamaroh yang menjadi keresahan masyarakat. Diduga ada penggelembungan surat suara oleh oknum panitia," kata Haidar.
 
Selain lebihnya suara, Haidar juga menemukan bukti baru seperti anak dibawah umur yang diperbolehkan mencoblos.