Pengusaha Kock Meng Jadi Tersangka Suap Reklamasi

Gedung KPK Jakarta.
Sumber :
  • ANTARA/Hafidz Mubarak A

VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan suap Penerbitan Peraturan Daerah Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2019. Dalam kasus yang menjerat Gubernur Kepulauan Riau ini KPK kembali menetapkan satu tersangka baru dengan latar belakang pengusaha.

Polisi Periksa 21 Saksi Terkait Kasus TPPU yang Jerat Ahli Nuklir UGM

"Menetapkan KMN (Kock Meng) sebagai tersangka," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Yuyuk Andriati di gedung KPK, Jakarta, Kamis 12 September 2019.

Yuyuk menjelaskan, penetapan Kock Meng sebagai tersangka baru setelah KPK melakukan pendalaman kasus dan menemukan bukti-bukti baru. 

Mangkir dari Pemeriksaan, KPK Bakal Panggil Lagi Gus Muhdlor Pekan Depan

"KPK menemukan bukti permulaan yang cukup tentang keterlibatan pihak lain sehingga KPK meningkatkan perkara ini ke tahap penyidikan dan menetapkan KMN (Kock Meng) sebagai tersangka," ujarnya.

Sebelumnya dalam kasus ini KPK telah menetapkan empat orang tersangka. Mereka adalah  Gubernur Kepulauan Riau Nurdin Basirun. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Pemprov Kepri, Edy Sofyan. Kepala Bidang Perikanan Tangkap Kepri, Budi Hartono dan pihak swasta Abu Bakar.

Ada yang Janggal dalam Surat Sakit Gus Muhdlor, KPK: Ini Agak Lain Suratnya

Menurut Yuyuk, kasus ini bermula ketika dilakukan proses penyusunan Raperda tentang RZWP3K Provinsi Kepulauan Riau yang antara lain memuat rencana reklamasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Untuk melakukan reklamasi dibutuhkan izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi, namun karena Perda RZWP3K masih dibahas, maka Izin lokasi tersebut belum dapat diterbitkan. Oleh karena itu, Kock Meng dan Abu Bakar akhirnya mengajukan terlebih dahulu izin prinsip pemanfaatan ruang laut pada Nurdin Basirun.

Kock Meng dengan bantuan Abu Bakar mengajukan izin prinsip pemanfaatan ruang laut di Tanjung Piayu, Batam sebanyak tiga kali. Pertama, Oktober 2018 untuk rencana proyek reklamasi pembangunan resort seluas 5 hektar. Kedua, April 2019 untuk rencana proyek reklamasi yang bersangkutan seluas 1,2 hektar. Ketiga, pada Mei 2019 untuk pembangunan resort dengan luas sekitar 10,2 hektar.

Peruntukan area rencana reklamasi yang diajukan Kock Meng seharusnya untuk budi daya dan termasuk kawasan hutan lindung (hutan bakau). Namun izin itu dipermainkan oleh Kick Meng.

"Kemudian diakal akali agar dapat diperuntukan bagi kegiatan pariwisata dengan cara membagi wilayah. Dua hektar untuk budidaya dan selebihnya untuk pariwisata dengan membangun keramba ikan di bawah restoran dan resort," ujarnya.

Sebagai imbalan dari penerbitan izin tersebut, Kock Meng bersama Abu Bakar memberikan uang pada Nurdin Basirun, Edy Sofyan dan Budi Hartono secara bertahap.

"Pada bulan Mei 2019 Rp45 juta dan 5 ribu dolar Singapura sebagai imbalan penerbitan izin prinsip. Kemudian, pada bulan Juli 2019 sebesar 6 ribu dolar Singapura untuk pengurusan data dukung syarat reklamasi," kata dia.

Atas perbuatannya, Kock Meng disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU N. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. [mus]

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya