Di RKUHP Gelandangan Dijamin Cuma Dihukum Latihan Kerja

Menkumham Yasonna Laoly.
Sumber :
  • Lilis S/VIVA.co.id

VIVA – Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna H Laoly mengklarifikasi sejumlah pasal dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang menuai kontroversi di tengah masyarakat. Penjelasan ini disampaikan Yasonna setelah Presiden Jokowi memutuskan untuk menunda pengesahan RKUHP Jumat siang tadi.

Pembunuh Wanita Hamil di Kelapa Gading Terancam Hukuman 15 Tahun Penjara

Salah satu pasal yang memicu kontroversi yakni mengenai pemidanaan gelandangan seperti yang disebutkan dalam Pasal 431 RKUHP. Pasal tersebut menyebut 'setiap orang yang bergelandangan di jalan atau di tempat umum yang mengganggu ketertiban umum dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori I'. 

Pasal ini menuai kontroversi karena Pasal 49, pidana denda kategori I yakni sebesar Rp1 juta.

MK Hapus Pasal Sebar Hoaks, Polri Bilang Begini

Yasonna menjelaskan, pasal penggelandangan sudah diatur dalam KUHP yang saat ini berlaku. Bahkan KUHP yang merupakan warisan Belanda itu menerapkan pidana kurungan. Pasal 505 Ayat (1) KUHP berbunyi, 'Barang siapa bergelandangan tanpa pencarian, diancam karena melakukan pergelandangan dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan'.

"Pengemis ada di KUHP. Kita atur, justru kita mudahkan, kita kurangi hukumannya," kata Yasonna di kantornya di Jakarta Selatan, Jumat 20 September 2019.

Irjen Karyoto Larang Kegiatan Ini Selama Ramadan, Siap Beri Sanksi Tegas Jika Melanggar

Yasonna mengatakan, dalam RKUHP, gelandangan yang ditangkap bisa didenda atau berdasarkan putusan hakim dimasukkan dalam pelatihan agar dapat bekerja. Hal ini berbeda dengan KUHP yang mengatur pidana penjara atau perampasan kemerdekaan.

"Dimungkinkan dengan hukuman kerja, ditangkap gelandangannya disuruh bekerja oleh hakim. Kalau dalam hukum Belanda itu perampasan kemerdekaan penjara, kalau dalam KUHP sekarang gelandangan itu ditangkap, dimasukkan, dipidana, diambil kemerdekannya. Kalau [RKUHP] ini tidak, disuruh kerja pengawasan kerja sosial. Tujuannya demikian," imbuhnya.

Berita bohong

Yasonna juga menjelaskan soal pasal berita bohong. Dia menjelaskan pemidanaan terkait penyiaran berita bohong dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana bisa diterapkan bila seseorang menimbulkan kerusuhan yang besar, kericuhan dan kerusuhan.

"Dia harus menimbulkan akibat yang besar, dampak yang besar," kata Yasonna. 

Namun, pemidanaan tidak dapat dikenakan kepada pers yang memberitakan pandangan. Itu karena yang berlaku adalah UU Pers Nomor 40 Tahun 1999, sebagai hukum yang berlaku khusus atau lex specialist. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya