Menag Sebut AD/ART FPI Beda dengan HTI

Menteri Agama Fachrul Razi (kanan).
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Nova Wahyudi

VIVA - Menteri Agama, Fachrul Razi, mengatakan bahwa konsep dan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah tangga (AD/ART) organisasi masyarakat Front Pembela Islam berbeda dengan Hizbut Tahrir Indonesia. Meskipun keduanya sama-sama mencantumkan kata khilafah di dalam visi misi mereka.

Menag Sebut Sidang Isbat Ruang Dialog Umat Islam karena Menyangkut Banyak Pihak

"Ya saya sudah paham. Masih menyebut itu meskipun kami tanya penjelasannya itu yang dimaksud lain dengan HTI ternyata betul setelah kita baca dengan HTI beda," kata Fachrul di DPR, Jakarta, Kamis, 28 November 2019.

Memang, lanjut Fachrul, ormas FPI ini telah membuat komitmen setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan setia kepada Pancasila.

Menag Ingatkan Umat Islam soal Perjuangan Politik Pemilu 2024 Sudah Selesai

"Tapi, kalau ada teman-teman yang merasa itu harus dieleminasi, diubah, kita coba diskusikan. Gimana kalau ini dihilangkan, saya kira enggak ada harga mati, yang harga mati NKRI," katanya.

Fachrul pun menegaskan tidak akan menarik kembali rekomendasi Surat Keterangan Terdaftar (SKT) Ormas FPI yang telah diserahkan ke Kementerian Dalam Negeri.

Menag Yakin Populasi Muslim Digeser Pakistan Tak Berdampak Apapun Termasuk Kuota Haji

"Sudah diberikan, enggak akan ditarik lagi. Kalau pertimbangan di atas tak memberikan itu urusan yang lain. Kita bukan kewenangan itu, tapi kalau diajak diskusi misal belum yakin ya kita coba sama-sama," ujarnya.

Terpisah, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan terkait perpanjangan izin ormas Front Pembela Islam, saat ini masih dikaji oleh Menteri Agama. Tito mengatakan memang betul FPI telah membuat surat pernyataan mengenai kesetiaan kepada NKRI dan Pancasila, namun ada masalah di AD/ART-nya.

"Di AD/ART itu di sana disampaikan bahwa visi dan misi organisasi FPI adalah penerapan Islam secara kaffah di bawah naungan khilafah Islamiah. Melalui pelaksanaan dakwah penegakan hisbah dan pengawalan jihad. Ini yang sedang didalami lagi oleh Kementerian Agama," kata Tito.

Mengenai penerapan Islam secara kaffah ini, kata Tito, secara teori, teologinya bagus. Tapi, kemarin sempat muncul istilah dari FPI mengatakan NKRI Bersyariah. Kata tersebutlah yang menurutnya perlu dijelaskan maksudnya apakah syariah seperti yang ada di Aceh atau seperti apa.

"Kemudian di bawah naungan khilafah Islamiah, kata-kata khilafahnya kan sensitif, apakah biologis khilafah Islamiah ataukah membentuk sistem negara. Kalau sistem negara bertentangan dengan prinsip NKRI ini," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya