LL Dikti Bantah Uang Tunjangan Ribuan Dosen PTS Didepositokan

Ilustrasi pendidikan.
Sumber :
  • www.pixabay.com/DariuszSankowski

VIVA – Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LL Dikti) Wilayah X yang meliputi Sumatera Barat, Jambi, Riau dan Kepulauan Riau membantah tentang adanya dugaan simpanan uang dalam bentuk deposito dengan waktu berjangka terhadap uang tunjangan profesi dosen atau serdos ribuan dosen dari Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Wilayah X.

Awal Mula Dosen Untan Diduga Joki Nilai Mahasiswa S2: Tak Pernah Kuliah Tapi Ada Nilainya

Sebelumnya, dugaan tentang uang itu didepositokan mencuat, lantaran uang tunjangan profesi dosen itu tak kunjung dibayarkan otoritas terkait terhitung sejak Juli 2019. LL Dikiti menilai, spekulasi itu berkembang karena para dosen tidak mengerti tentang alur penganggaran dan pencairan dana tunjangan profesi dosen itu.

"Tidak benar itu didepositokan," kata Kepala LL Dikti Wilayah X, Prof. Herry, Rabu malam 11 Desember 2019.

Dugaan Adanya Dosen jadi Joki Mahasiswa S2, FISIP Untan Bikin Tim Investigasi

Menurutnya, uang tunjangan profesi dosen tidak mungkin didepositokan, karena uang tersebut berasal dari negara yang disetorkan langsung ke rekening masing-masing dosen. "Tidak ada kita ambil. Bendahara pun tidak ada mengambil. Hanya, surat-surat begini saja, bayarkan. Nah, dibayarkanlah kepada siapa yang ada namanya di sana yang kita usulkan di situ," tuturnya.

Soal dugaan pendepositoan uang tunjangan profesi itu, ia juga sudah meminta kepada koordinator forum dosen PTS Wilayah X untuk membuat klarifikasi dan sanggahan kalau hal itu tidak benar. Sebab, jika tidak diklarifikasi, akan timbul persepsi yang tidak baik. Bahkan, berujung terhadap pembunuhan karakter.  
 
Sementara itu, soal tidak adanya penjelasan secara detail terkait dengan keterlambatan pembayaran uang tunjangan dosen, Herry mengimbau para dosen mempercayakan urusan administrasinya kepada Dikti.  

Rektor UMSU Serahkan Insentif Publikasi Ilmiah Dosen Sebesar Rp3,5 Miliar

"Setiap saat saya sampaikan ke pimpinan perguruan tinggi, bahwa sertifikasi ini memang terlambat, faktornya ini, ini, ini, ada persoalan anggaran dan kementerian sudah berjuang untuk itu. Bahkan, sampai ke Kementerian Keuangan. Bisa jadi ini karena perubahan kementerian, mungkin juga ada hal lain misalnya, yang kemudian berdampak terhadap ini," ungkapnya.

Selain masalah deposito, Herry juga meralat jumlah dosen penerima tunjangan profesi yang semula disebutkan sebanyak 9.000-an. Yang mana, jumlah dosen yang menerima sertifikasi itu adalah 3.500-an. Dan, pihaknya sedang berupaya untuk menyelesaikan proses pembayaran seluruh dosen yang sudah menerima sertifikasi.

"Sampai bulan Agustus bisanya. Agustus ke sini, belum dibayarkan. Ada Rp54 miliar kekurangannya untuk enam bulan kira-kira," ujarnya.

Herry menambahkan, keterlambatan pembayaran tunjangan disebabkan pagu anggaran minus. Meski demikian, pihaknya punya mekanisme setiap ada kekurangan pagu dengan meminta tambahan anggaran, sayangnya tambahan anggaran tersebut belum cair.

"Kementerian kita juga telah meminta ke Kemenkeu ke Direktorat Jenderal Anggaran. Dan, seperti yang sudah dijelaskan kepada para dosen, hari Senin DJA rapat. Jika hasilnya oke, maka itu masuk DIPA LL Dikti X. Dan itu kemudian, akan masuk ke rekening para dosen," ujarnya.

Kecurigaan Tidak Benar

Koordinator Forum Dosen Perguruan Tinggi Swasta Sumbar, Aermadepa juga mengklarifikasi kecurigaan pihaknya terkait dugaan pendepositoan uang tunjangan profesi dosen. Hal itu hanya merupakan spekulasi yang berkembang di kalangan sebagian dosen-dosen PTS. 

"Setelah mendapatkan penjelasan detail, maka dugaan terkait deposito itu tidak benar. Itu kan hanya spekulasi yang berkembang di antara sebagian kalangan dosen-dosen saja. Ini kita klarifikasikan," ujar Aermadepa.

Aermadepa mengatakan, berdasarkan hasil pertemuan Sekretaris LL Dikti Wilayah X pada Senin lalu, ia hanya mengantarkan surat sehubungan dengan keterlambatan pembayaran tunjangan sertifikasi dosen. Setelah mendapat penjelasan pihak LL Dikti tentang prosedur pencairan dana sertifikasi dosen, dan alasan keterlambatan.

"Intinya, setelah mendengar penjelasan dari pihak LL Dikti, maka kecurigaan kami tersebut adalah tidak benar," ungkap Aermadepa.  

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya