PGRI Survei Penghapusan Ujian Nasional Sejak Era SBY

Ujian Nasional
Sumber :
  • ANTARA FOTO/FB Anggoro

VIVA – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, baru-baru ini kembali membuat kejutan. Baru dua bulan menjabat menteri, Nadiem langsung membuat gebrakan baru, yaitu menghapus Ujian Nasional (UN) yang akan dimulai pada tahun 2021 mendatang.

Kalahkan 11 Negara, Siswa Indonesia Sabet Emas Kompetisi Matematika Internasional di Australia

Rencana Nadiem itu tentu disambut baik sejumlah pihak, Ketua PB PGRI Didi Suprijadi menyatakan, PGRI sudah pernah melakukan survei pada tahun 2012. Hasil surveinya, lanjut Didi, menunjukkan bahwa 70 persen masyarakat dan guru setuju UN dihapus.

"Urusan setuju tidak setuju kami dari PGRI, sudah kecil-kecilan mengadakan survei. Hampir seluruh guru 70 persen setuju UN diubah atau dihapus. Riset ini tahun 2012. Kepala Sekolah juga begitu 71 persen, begitu juga pengawas juga mengatakan seperti itu," kata Didi dalam sebuah diskusi di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu, 14 Desember 2019.

7 Tips Menghadapi Ujian Nasional: Persiapan yang Efektif untuk Sukses

Bahkan, kata Didi, hasil survei itu sudah disampaikan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) secara langsung pada tahun itu.

"Riset tahun 2012 ini sudah disampaikan, waktu zamannya Pak SBY. Tapi, angin lalu juga," ujarnya.

Jika Pramuka Dihapus, Nilai Kenegarawanan Generasi Muda Bisa Terkikis

Menurut dia, penerapan UN ini bagi guru sebenarnya susah-susah gampang. Karena banyak variabel yang harus diperhatikan. "Ada prinsip di situ, tanggung jawab, akuntabel," kata Didi.

Dalam kesempatan yang sama, CEO Aku Pintar, Lutvianto Pebri Handoko, menilai bahwa UN hanya menjadi sandaran murid atau para orang tua murid untuk melihat nilai semata. Padahal, di universitas hasil UN tersebut tidak digunakan, lantaran harus menggunakan nilai di SNMPTN. 

Bahkan, masih ada paradigma, anak pintar itu kalau nilai matematika atau fisikanya tinggi. Bukan yang ahli di bidang olahraga atau seni budaya.

"Masuk universitas, itu enggak dipakai lagi. Anak pintar itu ketika matematika 100, fisika 100. Padahal skill di karate atau nyanyi itu bagus," kata Pebri.

Tantangan terbesar saat ini, lanjut Pebri, bagaimana mengubah paradigma para orang tua dan guru bahwa ke depan yang paling utama adalah bagaimana sistem pendidikan kita mampu menciptakan SDM yang unggul dengan parameter-parameter skill dan karakter siswa, bukan nilai hasil UN. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya