Sejarah Aceh yang Tak Pernah Terungkap

Seminar kearifan masa lalu dan kejayaan masa depan Aceh
Sumber :
  • Istimewa

VIVA – Peniliti sejarah Aceh Mawardi Umar MA menyebutkan, kemiskinan di Aceh sangat ironi lantaran memiliki hasil bumi atau kekayaan alam melimpah, serta tanah yang subur. Apalagi Aceh pernah berjaya pada masa Kesultanan Iskandar Muda.

Ekonomi Global Diguncang Konflik Geopolitik, RI Resesi Ditegaskan Jauh dari Resesi

“Aceh pernah menjadi salah satu kesultanan Islam yang paling sukses di Nusantara, baik di bidang politik, ekonomi dan intelektual,"  ujar Mawardi, Minggu 16 Februari 2020.

Menurut Mawardi, pada abad ke 17, Aceh menjadi kekuatan politik dan ekonomi terkuat di bagian barat Nusantara yang mampu membendung perkembangan kolonial Portugis. 

Mengenal Tradisi Hantaran di Indonesia, Simbol Rasa Syukur dan Kasih Sayang

Ddia menjelaskan, keunggulan yang dimiliki Aceh tersebut perlahan mengalami kemunduran yang diawali masuknya kolonial Belanda hingga terjadi pelawanan puluhan tahun. Hampir seluruh infrastruktur ekonomi hancur dan sosial budaya mengalami kemunduran.

Mawardi menilai, kejayaan masa lalu Aceh tidak terlepas dari kecerdasan rakyat Aceh yang saat itu memanfaatkan keuntungan posisi geografis Aceh sebagai pintu masuk Selat Malaka yang sangat penting peranannya sebagai jalur pelayaran internasional.

Menjadi Tulang Punggung Pengembangan Usaha Ultra Mikro Indonesia, PNM Ikuti 57th APEC SMEWG

“Aceh saat itu tidak hanya sebagai pusat pemerintah yang kuat, namun juga menjadi pusat perdagangan dan peradaban," kata dia.

Hal senada juga dikatakan Qismullah Yusuf, staf pengajar Ilmu Sejarah Universitas Syiah Kuala. Menurutnya, Aceh masa lampau juga telah melakukan hubungan diplomasi dengan negara-negara di Eropa seperti Inggris, Turki dan Belanda.

“Pada Abad 16-17 Kesulatanan Aceh mengirim empat orang utusannya ke Belanda yang di pimpin Tuanku Abdul Hamid untuk mengakui kedaulatan Belanda setelah bebas dari Spanyol. Akhirnya, pada 10 Agustus 1602, Tuanku Abdul Hamidi meninggal di Amsterdam,” ujar Qismullah.

Di sisi lain, kekayaan alam Aceh seperti pala, cengkeh, kopi gayo dan nilam juga salah satu komoditi yang berpeluang mengembalikan Aceh pada kejayaan di masa mendatang seperti di masa kesulatanan Aceh lampau.

“Nilam salah satu komoditi unggul yang dapat diolah seperti minyak wangi yang dapat meningkatkan nilai tambah ekonomi untuk di ekspor,”  kata Kepala Pusat Atsiri Research Center (ARC) Universitas Syiah Kuala, Syaifullah Muhammad.

Sementara itu, Peneliti Tsunami Mitigation Reserch Center (TDMRC)  Universitas Syiah Kuala, Alfi Rahman menyebutkan, keruntuhan kejayaan Aceh selain akibat masuknya kolonialisme Belanda, juga akibat faktor bencana alam gempa dan tsunami.

Hasil penelitian di gua Ek Leuntie, Aceh Besar, ungkap Alifi, peneliti menemukan bahwa tsunami yang melanda Aceh pasa 26 Desember 2004 silam bukan yang pertama kalinya terjadi. Tsunami pernah terjadi di Aceh ratusan tahun sebelumnya. Seperti di Kepulauan Simeulue, pengetahuan masyarakat lokal menyebutkan tsunami dengan istilah Smong.

“Kisah Smong atau tsunami dikisahkan lewat budaya lokal masyarakat Simeulue yang disebut nafi-nafi atau cerita tutur tentang kisah masa lalu yang hingga kini masih dilestarikan,” jelasnya.

Diharapkan dengan bercermin dari kejadian masa lalu, Aceh ke depan bisa bangkit untuk mengembalikan kejayaan di masa mendatang. Kejayaan tersebut tidak terlepas dari sejarah dan budaya serta kearifan lokal yang harus tetap dilesatarikan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya