Kajati Jatim Sebut Poligami Memicu Korupsi

Kajati Jatim Mohamad Dofir berbicara di rapat kerja dana desa di JX International Surabaya, Jawa Timur, pada Selasa, 25 Februari 2020.
Sumber :
  • VIVAnews/Nur Faishal

VIVA – Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Mohamad Dhofir mengatakan tindakan korupsi banyak dilakukan justru oleh oknum yang berkecukupan secara ekonomi.

Balas Prabowo, Ganjar Ingatkan "Yang Kerja Sama Saja Bisa Ganggu"

Banyak hal yang mendorong tindakan haram itu terjadi, di antaranya keinginan tak terbendung untuk memiliki pasangan lebih dari satu atau poligami, sehingga kebutuhan materi membengkak. Dofir mengatakan, sifat dasar manusia yang cenderung serakah adalah penyulut utama tindakan korupsi. 

"Karena yang korupsi itu, ya, bukan orang miskin, bahkan orang-orang kaya semua," katanya dalam pembukaan Rapat Kerja Percepatan dan Penyaluran Dana Desa yang diikuti kepala desa se Jawa Timur di JX International Surabaya, Jawa Timur, pada Selasa, 25 Februari 2020. 

BPK Janji Usut Oknum Auditor yang Palak Kementan Rp 12 Miliar Agar Dapat WTP

"Yang punya mobil satu, pengin dua, yang sudah dua, pengin tiga. Enggak ada puasnya. Begitu juga rumah, rumah satu, masih kurang, pengin dua. Punya rumah dua, pengin lagi tiga. Termasuk istri barangkali. Istri satu kurang, tambah lagi satu, jadi dua sampai tiga (istri). Akhirnya apa, semua minta rumah istrinya, sementara kemampuan kita terbatas, sehingga akhirnya terjadi hal-hal menyimpang," ujar Dofir.

Selain keserakahan, mantan Kepala Kejaksaan Negeri Surabaya itu mengatakan tindakan korupsi terjadi biasanya juga karena ada kesempatan. "Jadi, kalau misalnya sistemnya mendukung dan memberikan kesempatan pada mereka yang akan berbuat (korupsi), tentu akan terjadi suatu tindak pidana yang akan menyebabkan korupsi. Selain kesempatan juga niat (korupsi)," tandas Dofir. 

Temuan Awal KPK: TPPU Gubernur Malut Abdul Gani Kasuba Capai Rp 100 Miliar

Karena hal-hal itulah Dofir menyebut angka tindakan korupsi tak berkurang, bahkan cenderung meningkat. Ia mengatakan, Kejaksaan juga turut berperan dalam pengawasan penyaluran dana desa yang bersumber dari APBN. Tentu saja penindakan dilakukan kepada oknum yang melakukan penyimpangan pada penggunaan dana desa untuk kepentingan pribadi.

Alokasi dana desa yang dikucurkan pemerintah pusat ke Jatim tergolong besar. Dofir mengungkapkan, dana desa untuk Jatim pada tahun 2017 dan 2018 sebesar Rp6 triliun dan pada tahun 2019 naik menjadi Rp7 triliun dan tahun ini angkanya naik lagi. Ia menyebut besarnya dana desa tersebut berpotensi untuk disimpangkan oleh oknum, jika pemicu seperti keserakahan, niat, dan kesempatan tadi tidak bersama-sama dicegah.

Ia mengungkapkan contoh kasus terkait dana desa yang sudah ditangani dan masih disidik di Jatim. "Catatan kami, tahun 2015 ada 22 kasus, pada 2016 ada 48 kasus, pada 2017 ada 98 kasus, pada 2018 ada 96 kasus, dan pada 2019 turun menjadi 46 kasus. Saat ini tahap penyelidikan ada empat kasus, penyidikan sebelas kasus, penuntutan tujuh kasus, upaya hukum enam kasus," kata Dofir. 

Selain Kajati Jatim, Raker Percepatan dan Penyaluran Dana Desa ini dihadiri oleh Inspektur Jenderal pada Kementerian Dalam Negeri Tumpak Haposan Simanjuntak, dari Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, Sekretaris Daerah Provinsi Jatim Heru Tjahjono, perwakilan dari Kepolisian Daerah Jatim dan Kodam V/Brawijaya. Raker dihadiri oleh delapan ribu lebih kepala desa se Jatim. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya