Rocky Gerung: Mata Publik Harus Dilindungi dari Air Keras Kekuasaan

Said Didu, Rocky Gerung, Adhie Massardi dan Lainnya Mengunjungi Novel Baswedan
Sumber :
  • VIVAnews/Kenny Putra

VIVA – Pengamat politik Rocky Gerung mengibaratkan air keras yang digunakan pelaku saat menyiramkan ke mata penyidik KPK Novel Baswedan adalah air keras kekuasaan. Untuk itu, ia meminta agar mata publik tidak buta dengan proses peradilannya.

Rocky Gerung: Mental Petarung Surya Paloh Lama-lama Mulai Mengalami Inflasi

Apalagi jaksa penuntut umum (JPU) dalam persidangan itu justru menuntut hukuman pidana penjara hanya satu tahun kepada kedua terdakwa. 

Hal ini disampaikan oleh Rocky Gerung pasca menyambangi kediaman Novel Baswedan bersama sejumlah tokoh lainnya di Jalan Deposito T8, RT 03/10, Kelapa Gading, Jakarta Utara pada Minggu, 14 Juni 2020.

Dian Sastrowardoyo Ungkap Pengalaman Jadi Murid Rocky Gerung: Itu Nightmare Gue!

"Saya sengaja datang ke sini, sengaja untuk melihat apa di balik butanya mata Pak Novel ini. Kita tahu Pak Novel sendiri sudah tidak peduli dengan butanya mata dia karena sudah bertahun-tahun. Jadi yang bahaya hari ini adalah tuntutan jaksa ini sebagai air keras baru buat mata publik dan mata keadilan," jelas Rocky, Minggu 14 Juni 2020.

Rocky menilai tuntutan satu tahun oleh JPU dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara terhadap terdakwa pelaku merupakan tuntutan yang irasional. Untuk itu, pihaknya menggalang gerakan dengan menamai sebagai 'New KPK' untuk menghalangi mata publik dibutakan oleh air keras kekuasaan.

Tak Pandang Bulu, Dian Sastrowardoyo Kena Semprot Rocky Gerung saat Bimbingan Tugas Akhir

"Itulah yang mau kita halangi, supaya jangan mata publik jadi buta tuntutan jaksa yang irasional. Karena itu teman-teman undang saya ke sini dan kita sepakat untuk buat gerakan untuk melindungi mata publik dari air keras kekuasaan. Itu intinya," katanya.

Di tempat yang sama, pakar hukum tata negara Refly Harun menilai peradilan yang dilakukan terhadap kedua terdakwa pelaku penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan tidak asli.

"Kita bisa menilai kalau sesuatu itu genuine, kalau pengadilannya genuine kita bisa menilai dengan Tekad (tes kadar dungu). Jadi, kalau pengadilannya genuine kita bisa menilai soal logika, soal rasionalitas, dan lain-lain. Kalau kita menilai sesuatu pengadilan yang tidak genuine, kita bisa sesat," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya