Kisah Polisi Sutiono Tidur di Makam demi Puluhan Jenazah COVID-19

Komisaris Polisi Sutiono bersama Public Safety Center 119 Malang saat pemulasaran jenazah COVID-19 di Kota Malang.
Sumber :
  • VIVA/Lucky Aditya

VIVA – Pandemi COVID-19 belum berakhir di Kota Malang. Jumlah pasien terus bertambah. Saat ini jumlah pasien sebanyak 317 orang dengan rincian 213 orang sedang dalam perawatan, 79 orang sembuh, dan 25 orang meninggal dunia.

Keuskupan Agung Jakarta Sebut Paus Fransiskus Akan Kunjungi Indonesia September 2024

Ada kisah menarik yang dilakukan oleh seorang polisi, Komisaris Polisi Sutiono. Dia personel Polres Kota Malang dengan jabatan Kepala Satuan Intelkam. Di balik tugas sebagai seorang intelijen yang menggali informasi, data, hingga analisis, dia melakukan tugas kemanusiaan sebagai relawan pemulasaran jenazah COVID-19.

Sutiono memang relawan COVID-19 dari Polres Kota Malang, tapi tidak semua polisi awalnya berani dengan tugas bersiko tinggi itu. Memakamkan berarti masuk kategori kontak erat dengan jenazah COVID-19. Bersama relawan Public Safety Center (PSC) 119 Malang, dia memutuskan menjadi petugas pemulasaran jenazah COVID-19.

Menkes: Implementasi Nyamuk Ber-Wolbachia untuk Tanggulangi Dengue Mulai Bergulir

"Karena kekurangan tenaga, akhirnya saya bersama teman-teman PSC menjalankan misi kemanusiaan ini. Dari polisi awalnya saya sendirian, terus ada anggota lain sampai jumlahnya lima orang dari Polresta Malang. Karena pernah ada jenazah COVID-19 tapi tidak ada yang berani memakamkan, di sinilah saya terpanggil," kata Sutiono, Jumat, 10 Juli 2020.

Baca: Parah, Tenaga Medis di Ambon Dianiaya Keluarga Pasien COVID-19

Kapten Vincent Kena Flu Singapura Sampai Bernanah: Lebih Sengsara dari COVID!

Sebagai kontak erat dengan risiko tinggi dia memastikan protokol kesehatan berjalan dengan baik. Pakaian dekontaminasi atau hazmat digunakan hanya sekali pakai, pun dengan sarung tangan, masker dan face shield. Setelah memakamkan jenazah, semua tim yang terlibat wajib merendam tangan pada cairan alkohol dengan kadar 90 persen.

Komisaris Polisi Sutiono bersama Public Safety Center 119 Malang saat pemulasara

"Awalnya ya takut, tapi saya konsultasi terus sama dokter. Yang penting harus safety, gimana caranya agar tidak kena. Untuk muka contohnya, harus tertutup rapat. Setelah ngubur, tangan harus direndam cairan alkohol 90 persen, atau kalau enggak ada, direndam cairan nitrogen peroxida selama 10 menit," ujarnya.

Tidur di makam

Bila dalam kondisi lelah, petugas diminta langsung istirahat. Tak jarang dia tidur di atas pusara atau di atas makam. Hal ini juga berlaku bagi petugas lainnya. Jika lelah diminta segera beristirahat. Karena dalam kondisi lelah, imunitas biasanya turun dan rentan terpapar sehingga istirahat menjadi kuncinya.

Komisaris Polisi Sutiono bersama Public Safety Center 119 Malang saat pemulasara

"Sering tidur di kuburan di atas pusara. Karena kita kan harus jaga daya tahan tubuh. Makanya kalau ada waktu kami istirahat langsung tidur di lokasi. Karena prosedurnya agak panjang sehari dua sampai lima jenazah dan harus dimakamkan maksimal empat jam setelah kematian. Kemudian medan TPU di Kota Malang mayoritas sulit jalannya--turunan," ujarnya.

Keluarga Sutiono di rumah sempat melarang untuk tidak menjadi relawan pemulasaran jenazah COVID-19. Namun, perlahan dia meyakinkan anggota keluarganya di rumah. Dia memilih jarang pulang. Bahkan, dia hanya pulang dua kali ke rumah sejak bertugas. Itu pun sekadar ganti baju dan bertegur sapa dengan keluarga di rumah.

Komisaris Polisi Sutiono bersama Public Safety Center 119 Malang saat pemulasara

"Kami dua belas hari sekali rapid test. Untuk menjamin kesehatan kita. Kalau rindu dengan keluarga atau anak-anak di rumah, ya, video call saja. Saya sampai pernah dibikinkan video sama anak, saking rindunya dengan saya. Yang pasti kita jaga komunikasi untuk membayar rindu," katanya.

Dia menjamin, bagi keluarga muslim, jenazah akan dimakamkan dengan tata cara ajaran Islam. Jenazah dimandikan hingga disalatkan. Bagi keluarga yang ingin mensalatkan jenazah, petugas pun membolehkan mampir ke tempat ibadah untuk disalatkan terlebih dahulu sebelum menuju peristirahatan terakhir.

"Tentu harus sesuai protokol kesehatan. Saya juga harus memberikan penjelasan bahwa jenazah tidak boleh dibuka. Karena semua demi kebaikan agar tidak merentet atau menyebar ke orang lain," ujar Sutiono. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya