Konglomerat Harita Group Lim Haryanto Wijaya Diperiksa KPK

Gedung Merah-Putih KPK
Sumber :
  • vivanews/Andry Daud

VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil konglomerat Lim Haryanto Wijaya Sarwono terkait kasus korupsi pemberian izin kuasa pertambangan eksplorasi dan eksploitasi serta izin usaha pertambangan operasi produksi dari Pemkab Konawe Utara tahun 2007-2014

Satu Tahun Berdiri, Intip Langkah MIND ID Genjot Hilirisasi Produk Tambang Nasional

Pemilik Harita Group itu akan diperiksa sebagai saksi untuk melengkapi penyidikan eks Bupati Konawe Utara Aswad Sulaiman. 

“Lim Haryanto Wijaya Sarwono dipanggil selaku saksi,” kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada awak media, Kamis, 16 Juli 2020.

Kebijakan Negara Tak Tegas Tindak Tambang Ilegal Disorot

Grup Harita adalah konglomerasi bisnis Indonesia yang dimiliki dan dikendalikan oleh keluarga Lim. Perusahaan ini bergerak di sektor sumber daya alam dengan wilayah operasi di seluruh Indonesia. Harita Group saat mengoperasikan bisnis pertambangan nikel, bauksit dan perkebunan kelapa sawit (lewat Bumitama Agri di Singapura), perkapalan, perkayuan dan batu bara. Majalah Forbes pada tahun 2015 menempatkan Lim pada urutan ke-41 orang terkaya di Indonesia. 

Selain Lim, penyidik juga memanggil pegawai PT Dua Delapan Resources, Arif Kurniawan terkait kasus yang sama. Dia juga akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Aswad. 

3 Alasan Wajib Nonton Drama Korea Bitch x Rich, Kisah Pembunuhan Misterius di Sekolah Elite

Diketahui, KPK menetapkan Aswad Sulaiman sebagai tersangka atas dua kasus dugaan korupsi berbeda. Penetapan ini dilakukan setelah KPK menemukan bukti permulaan yang cukup dalam proses penyelidikan dan melakukan gelar perkara.

Untuk kasus pertama, Aswad selaku Bupati Konawe Utara periode 2007-2009 dan 2011-2016 ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pemberian izin kuasa pertambangan eksplorasi dan eksploitasi serta izin usaha pertambangan (IUP) operasi produksi dari pemerintah Kabupaten Konawe Utara tahun 2007-2014.

Akibatnya keuangan negara ditaksir menderita kerugian sekurangnya Rp2,7 triliun yang berasal dari penjualan hasil produksi nikel yang diduga diperoleh akibat proses perizinan yang melawan hukum.

Tidak hanya itu, KPK juga menetapkan Aswad sebagai tersangka kasus dugaan suap izin kuasa pertambangan di lingkungan Pemkab Konawe Utara. Selama periode 2007-2009, Aswad diduga menerima suap senilai Rp 13 miliar dari sejumlah perusahaan yang mengajukan izin kuasa pertambangan kepada Pemkab Konawe Utara.

Baca juga: Ironis, Balita Tewas Tragis Justru karena Alat Swab Corona Tersangkut

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya