Setara Institute Anggap Jokowi Memanjakan TNI

Ketua Setara Institute, Hendardi
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

VIVA – Setara Institute mengkritik Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang tugas TNI dalam mengatasi terorisme. Setara menilai Perpres itu jika disahkan akan menjadi kemunduran dalam reformasi sektor keamanan.

Sekjen Gerindra Blak-blakan Akui Prabowo Sudah Mulai Bicara Menteri

"Sebelumnya, pelibatan TNI dalam jabatan-jabatan sipil dan impunitas dari tuduhan pelanggaran HAM berat dalam banyak kasus, juga menjadi penanda kemunduran reformasi sektor keamanan yang mencemaskan," kata Ketua Setara Institute, Hendardi, di Jakarta, Senin, 3 Agustus 2020.

Menurut Hendardi, dengan adanya Perpres itu, TNI jadi leluasa menangkal, menindak, dan memulihkan tindak pidana terorisme. Kemudian juga, menurutnya, bisa bebas mengakses APBD atas nama terorisme, termasuk bebas dari tuntutan unfair trial dan praperadilan manakala TNI keliru dalam melakukan penindakan tindakan terorisme.

5 Fakta Marhan Harahap Meninggal Usai Diseret Petugas saat Hendak ke Masjid

"Kepemimpinan Jokowi justru terus menerus memanjakan TNI dengan berbagai privilege pelibatan dalam berbagai kehidupan sipil tanpa batas-batas yang jelas," ujar Hendardi.

Baca: Tegas, Mahfud MD Minta TNI Bantai Teroris

Sosok Sendi Fardiansyah, Sespri Iriana Jokowi yang Bakal Maju Pilkada Kota Bogor 2024

Jokowi-Ma'ruf, katanya, merusak desain TNI dan Polri sebagaimana amanat reformasi, yakni meletakkan TNI sebagai alat pertahanan dan Polri sebagai instrumen menjaga keamanan, menciptakan ketertiban dan menegakkan hukum.

"Kepemimpinan nasional di bawah Jokowi-Maruf Amin akan menjadi kepemimpinan terlemah dalam menjalankan reformasi sektor keamanan," kata Hendardi.

Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD sebelumnya menyatakan TNI dibutuhkan untuk membantu tugas polisi di bidang pemberantasan terorisme.

Menurutnya, ada fungsi dan situasi tertentu yang secara khusus hanya dimiliki dan dilakukan TNI, misal, teror di atas kapal, ekstra teritorial, dan kedubes, menyangkut objek vital, jabatan vital, yang polisi tidak bisa mengaksesnya. Yang bisa masuk, katanya, hanya militer, dan dengan tetap mengedepankan perlindungan HAM.

"Inilah pro dan kontra. Komprominya, terorisme pidana, tetapi karena banyak yang tak cuma pidana dan hukum, maka dicantumkanlah TNI bisa ikut tangani aksi terorisme, dan keterlibatan TNI diatur Perpres. Rancangannya sudah jadi, sudah ke DPR, perdebatan cukup seru," kata Mahfud pada 30 Juli. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya