Tito Kritik Penanganan COVID-19 di Depok, Angka Testing Rendah

Mendagri Tito Karnavian.
Sumber :
  • VIVAnews/ Putra Nasution (Medan)

VIVA – Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian menegur Wali Kota Depok, Mohammad Idris lantaran rasio tes COVID-19 di kota tersebut masih sangat rendah. Angka rendah ini merujuk jumlah penduduk yang ada.

Keuskupan Agung Jakarta Sebut Paus Fransiskus Akan Kunjungi Indonesia September 2024

“Saya mohon maaf, saya kadang-kadang enggak begitu banyak membaca positive rate. Saya enggak begitu banyak membaca reproduksi arti. Saya lebih suka mortality rate, fatality rate,” kata Tito saat menghadiri Gerakan Dua Juta Masker di Kecamatan Tapos, Depok, Jawa Barat, Kamis, 13 Agustus 2020.

Menurut Tito, case fatality rate atau tingkat fatalitas kasus itu tidak bisa ditutup.  “Tapi kalau positive rate, no i dont believe that untuk saat ini. Saya percaya kalau seandainya, kenapa saya enggak begitu nganggep dengan positive rate, karena tergantung jumlah testing-nya dibanding populasi,” ujarnya.

Menkes: Implementasi Nyamuk Ber-Wolbachia untuk Tanggulangi Dengue Mulai Bergulir

Baca Juga: Wali Kota Depok Kena Sentil Mendagri karena Pakai Masker N95

Dalam paparannya itu, Tito juga sempat menyampaikan hasil temuannya di Kalimantan Utara. Kata dia, kepala daerah di wilayah yang dikunjungi membanggakan positive rate namun tak dioptimalkan dalam tes COVID-19 ke warga.

Kapten Vincent Kena Flu Singapura Sampai Bernanah: Lebih Sengsara dari COVID!

“Kalau populasi, kemarin saya ke Kalimantan Utara, Pak Gubernurnya juga sama, bangga mengatakan, pak kita positive rate-nya rendah. Tapi, berapa banyak testing-nya, pertanyaan saya itu,” ujarnya.

Tito pun mempertanyakan status zona oranye di Kota Depok. Menurut dia, hal yang jadi acuan adalah sampel yang diteliti untuk menuju jadi zona oranye. Kata dia, antara sampel yang disampaikan Idris dengan jumlah penduduk Depok tak sebanding.

“Tadi kan saya lihat langsung bapak (wali kota) mengatakan positive rate Pak Wali, positive rate-nya sekian, ada kemajuan menjadi oranye. Entar dulu, saya mau tanya sampelnya berapa, apa 6.578 orang. Betul ya pak? Angkanya 6.578, jumlah penduduk berapa? hampir 2 juta,” ujarnya.

Dia pun menyebutkan, dengan jumlah yang diperiksa, 6.578 orang dari per 2 juta jiwa jumlah penduduk di Kota Depok, maka 0,03 persen yang diperiksa.

“Artinya yang di-sampling, yang diperiksa 0,03 persen, rendah sekali. Itu belum menggambarkan populasi. Belum lagi kalau kita cek sampling ini yang diambil sampel ini, diambil berdasarkan agresif testing, proaktif testing atau pasif testing, beda,” ujarnya.

Lebih lanjut, Tito mengatakan, kalau pasif testing artinya yang diperiksa adalah orang yang batuk-batuk datang ke rumah sakit dites diambil sampelnya. Kemudian, dilakukan uji swab dan selanjutnya dikirim ke laboratorium. “Itu adalah puncak gunung es. Mereka yang sudah terkena itu adalah puncak gunung es yang sudah ada gejala,” katanya.

Menurut Tito, yang lebih bagus untuk melihat kondisi nyata adalah dengan melakukan proaktif testing. “Yaitu testing secara random di tempat-tempat tertentu. Seperti kita pemilu-lah, kalau kita pemilu, pilkada kan nanti biasa surveyor mengadakan random sampling method," katanya.

Tito menerangkan, kalau dia aktif, proaktif testing, agresif dan jumlahnya di atas 5 persen, itu bisa menggambarkan keadaan sebenarnya dari angka positif atau tidak di Kota Depok.

“Benar enggak pak angka saya 6.578 dari buku ini. Itu rendah sekali, 0,03 persen. Ilmu metodologi, 0,03 persen itu margin of error-nya sangat tinggi sekali. tingkat kesalahannya sangat tinggi,” kata Tito.

Tito berharap, paparannya tersebut disambut positif. Ia tak bermaksud membuat Idrus berkecil hati. “Saya tidak ingin mengecilkan hati Pak Wali tidak. Saya tahu Pak Wali sudah berusaha keras, tapi ini buat sharing saja. Ini Pak Aziz (Kapolres Depok) ini pinter dan Pak Agus (Dandim Depok),” katanya.

Terkait hal itu, Tito juga menyarankan agar tes COVID-19 dilakukan secara masif, untuk mengetahui keadaan sebenarnya sehingga ketahuan petanya. Bila perlu berkonsultasi dengan surveyor.

“Di sini kan ada UI (Universitas Indonesia) segala macem. Nah banyak surveyor-surveyor yang murah-murah meriah, ada juga yang volunteer kadang-kadang seperti universitas,” ujarnya.
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya