Akademisi Uraikan Dampak Positif RUU Cipta Kerja

Ilustrasi kalangan buruh menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman

VIVA – Akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Dr. Teddy Anggoro, CRA mengaku tidak berani mengatakan menolak RUU Cipta Kerja, karena Teddy melihat RUU Cipta Kerja berdampak positif sedikitnya pada tiga Undang-Undang yang ia kuasai.

Kembangkan Produk Urea dan Amonia, Pupuk Indonesia Gandeng BUMN Brunei BFI

Hal itu disampaikan Teddy saat menjadi penanggap dalam Webinar bertema Peluang dan Tantangan RUU Cipta Kerja yang diselenggarakan Injabar dan Universitas Padjajaran, Jumat, 28 Agustus kemarin.

Menurut Teddy, pada UU PT, dengan Omnibus Law Cipta Kerja, UMKM dapat didirikan oleh satu orang, modal dasar ditentukan oleh pendiri, didirikan berdasarkan surat pernyataan, tidak perlu akta pendirian notarial, perubahan PT cukup dengan pernyataan pemegang saham, pembubaran cukup dengan pernyataan pembubaran, dibebaskan dari segala biaya terkait pendirian badan hukum, kemudahan perizinan UMKM, serta adanya aturan tentang kemitraan dan Insentif.

Ini Penyebab Aset PLN Nusantara Power Melesat Jadi Rp 350 Triliun

"Hal-hal tersebut membuat kesempatan untuk membuka usaha dan berkembang lebih merata," kata Teddy.

Baca juga: RUU Ciptaker Dinilai Dapat Selamatkan Indonesia dari Jurang Resesi

Terpopuler: Prediksi Putusan MK atas Sengketa Pilpres, Iran Samakan Drone Israel dengan Mainan

Dampak terhadap UU Persaingan Usaha, upaya hukum keberatan diajukan ke pengadilan niaga sebelumnya ke pengadilan negeri, hukuman administrasi berupa denda ditingkatkan menjadi maksimal Rp100 miliar dari sebelumnya hanya Rp25 miliar, dan penghapusan sanksi pidana.

"Dampak terhadap UU BUMN, BUMN akan diberikan penugasan khusus untuk menyelenggarakan fungsi penelitan dan pengembangan serta inovasi, sebelumnya BUMN hanya menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum," katanya.

Teddy menyimpulkan, dari sisi pengembangan UMKM, kompetisi dan pengembangan BUMN, RUU Cipta Kerja sangat luar biasa. Dari sisi legislasi UU memang wajib mendengarkan partisipasi publik, tapi jangan ditolak.

Teddy juga berharap setelah RUU Cipta Kerja perlu dilanjutkan ke Omnibus Law dukungan kerja, seperti kemudahan permodalan, proses penyelesaian utang piutang yang sederhana dan pas, serta asistensi teknika dukungan pemasaran luar negeri.

Teddy mengaku heran jika ada yang menolak RUU Cipta Kerja. Teddy menanggapi positif pernyataan Presiden KSPN yang meluruskan persepsi seolah serikat buruh menolak semua isi Omnibuslaw Cipta Kerja.

"Kalau ada lembaga negara yang menolak itu menurut saya missleading, atau akademisi yang menolak keseluruhan itu saya heran," ujar Teddy.

Menurut Teddy dari 11 klaster dalam RUU Cipta Kerja jika ada isu yang bermasalah, hal itu masih bisa dibahas tanpa harus menolak.

"Jika ada masalahnya di satu isu jangan kesimpulannya menolak UU Cipta Kerja" ujar Teddy.

Apalagi pintu untuk dialog diskusi membahas masalah tersebut terbuka secara luas. Jika setelah disahkan masih ada yang merasa dirugikan, masih bisa diajukan uji materi maupun uji formil. 

Omnibus Law, menurut Teddy hanya sebuah cara, sebelumnya pemerintah juga telah membatalkan banyak Perda dan Permen. "Bahkan dulu sempat ada paket ekonomi yang merupakan satu rangkaian perbaikan yang dilakukan pemerintahan Jokowi," ujar Teddy. 

Dalam data yang dikutip Teddy dalam paparannya, antara 2015-2017 ada pemangkasan 50 persen dari 42 ribu regulasi di Indonesia. Pada level pusat ada 427 regulasi yg dideregulasi, lalu melalui paket ekonomi 1-15 ada 213 aturan yang dideregulasi dan 3143 regulasi yang dibatalkan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya