Bawaslu Soroti Bahaya Calon Tunggal di Pilkada 2020

Komisioner Bawaslu, Ratna Dewi Pattalolo (tengah).
Sumber :
  • VIVA/Eka Permadi

VIVA – Pilkada serentak 2020 membuka kemungkinan banyak daerah hanya akan diikuti satu pasangan calon kepala daerah. Maka, daerah-daerah yang baru mendaftarkan satu pasangan saja, Komisi Pemilihan Umum (KPU) memperpanjang masa pendaftaran. Hal itu dilakukan, untuk menghindari pasangan calon melawan kotak kosong.

Pelanggaran Netralitas ASN Diprediksi Naik 5 Kali Lipat di Pemilu 2024

Namun, setelah perpanjangan dilakukan dan benar-benar hanya satu pasangan calon, maka mau tidak mau pelaksanaannya tetap dilakukan. Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Ratna Dewi Pattalolo, mengungkapkan, keberadaan calon tunggal pada pilkada akan memunculkan persoalan, terutama potensi kecurangan.

"Pertama adalah mahar politik. Dengan karakteristik yang didukung oleh banyak parpol, ada kemungkinan terjadinya mahar politik," kata Ratna dalam sebuah diskusi virtual, Rabu 9 September 2020. 

Calon Anggota KPU-Bawaslu Wajib Tes PCR 2 Kali Sebelum Uji Kelayakan

Baca juga: Jadi Paslon Tunggal, Anak Pramono Anung Batal Jalani Tes Kesehatan

Ratna menjelaskan, mereka yang maju sebagai pasangan calon tunggal, pada umumnya memiliki akses kepada sumber daya yang besar. Baik sumber daya uang maupun kekuasaan, sehingga mereka mampu memborong dukungan partai politik.

DPR Gelar Uji Kelayakan Calon Anggota KPU-Bawaslu pada 14-17 Februari

“Sehingga menutup ruang kandidat lain untuk mendapat akses yang sama. Dan kemudian bisa ikut di dalam kompetisi pemilihan,” ujarnya.

Selain itu, dengan akses ke sumber daya yang besar, calon tunggal rawan melakukan politik uang. Apalagi bila calon tunggal ini berstatus petahana, ia akan bisa melakukan banyak potensi kecurangan. Baik mobilisasi massa hingga intimidasi.

"Misalnya calon tunggal yang juga plus petahana, akses untuk mobilisasi pemilih, kemudian melakukan intimidasi, memanfaatkan sumber daya jabatan yang dimiliki baik fasilitas jabatan, anggaran, yang kemudian bisa digunakan untuk politik uang," paparnya.

Masalah lain dari munculnya calon tunggal adalah belum terciptanya kebebasan masyarakat dalam menggelar kampanye mendukung kotak kosong. Karena kerap kali, bila mengampanyekan kotak kosong dianggap mengajak orang golput.

Padahal sah secara aturan bila masyarakat mencoblos kotak kosong, pada pilkada yang hanya diikuti calon tunggal. Meskipun calon tunggal dinyatakan konstitusional, Bawaslu tetap berharap pemilihan pemimpin di suatu daerah tak hanya diikuti oleh satu pasangan calon.

"Ini harus menjadi perhatian kita karena ada 28 potensi calon tunggal saat ini,” katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya