Cerita Keturunan Diponegoro, Terkumpul Gara-gara Facebook

Roni Sodewo, keturunan Pangeran Diponegoro
Sumber :
  • Dody Handoko/VIVA.co.id

VIVA.co.id -  Keturunan Pangeran Diponegoro ternyata ada yang tinggal di Serbia, Eropa Timur. Inilah kisah menarik saat trah atau keturunan Pangeran Diponegoro satu per satu mulai terangkai kembali.

Kisah Pelukis Arwah Si Manis Jembatan Ancol

Kisah ini berawal saat satu diantara keturunan Pangeran Diponegoro menjadi teman Presiden Soekarno di pergerakan nasional. Lantas ketika Bung Karno menjadi Presiden, ia diminta menjadi duta besar di Yugoslavia.

Ketika di sana, keturunan Pangenar Diponegoro ini menikah dengan wanita Serbia dan punya anak. Seiring dengan berjalannya waktu, mereka akhirnya memilih tinggal di sana hingga sekarang. 

Cerita Bung Karno Jadi Model Patung Bundaran HI

"Awalnya saya menemukan nama  Alex Diponegoro yang tinggal di Beograd lewat facebook. Lalu, saya memperkenalkan diri, hingga akhirnya kami bertemu. Kita bercerita tentang leluhur, ternyata banyak persamaan," kata Roni Sodewo, keturunan Pangeran Diponegoro ketika ditemui di acara Pameran Magelang Koeta Toea beberapa waktu yang lalu.


Ya, Alex adalah keturunan dari anak Diponegoro bernama Diponegoro Anom. Sedang Roni adalah anak dari Pangeran Alip atau Bagus Singlon atau Ki Sodewo. Sebelum membentuk komunitas seluruh keturunan Diponegoro, ia terlebih dulu sudah menelusuri silsilah dari trah Sodewo.
 
Sodewo sendiri merupakan salah satu anak Diponegoro yang ikut berjuang, termasuk setelah penangkapan Diponegoro, hingga akhirnya meninggal dunia pada tahun 1860.

Roni yang tinggal di Kulonprogo, Yogyakarta, menceritakan untuk menemukan keturunan Diponegoro tidak lah mudah. Awalnya, ia melakukan penelusuran dengan cara manual, mendatangi mereka satu per satu, lalu menanyakan silsilah, hingga membuat catatan.

Pria Ini Sampaikan Kemerdekaan Indonesia ke Dunia

Namun belakangan, dia melakukan pencarian lewat media sosial facebook. Setelah bertemu Alex, ia semakin bersemangat mencari keluarga lainnya yang terpisah. Setiap hari, ia membuka facebook dan berusaha mengumpulkan para keturunan dengan kata kunci Diponegoro atau nama anak-anaknya.

Hasilnya, terkumpul sekitar ribuan orang. Diketahui trah Diponegoro menyebar  ada yang dari trah Ambon, ada trah Makassar, Jawa, dan lain-lain. "Bisa dikatakan menyebar ke seluruh Indonesia bahkan dunia,” kata Roni.

Setelah penangkapan Pangeran Diponegoro, keturunannya diawasi dengan ketat oleh pemerintah Hindia Belanda. Sehingga ada keluarga yang hidup berpindah-pindah karena jadi incaran mata-mata Belanda, ada yang berjuang meneruskan perlawanan Diponegoro, sebagian lain kembali ke keraton.
 
“Oleh pemerintah Hindia Belanda, keturunan yang di Makasar diminta menambah nama mereka dengan kata Diponegoro supaya mudah dikontrol,” ujarnya.
 
Keturunan Diponegoro berkomunikasi dengan cara mmebuat sandi rahasia. Mereka berusaha untuk tetap berkomunikasi, meski terpisah oleh jarak yang cukup jauh. Untuk saling mengenali, sebuah ciri-ciri dipasang di depan rumah mereka. Sandi ini berlangsung sampai generasi keempat, atau selama Belanda berkuasa.

Roni menguraikan, dia mendapat cerita dari kakeknya bahwa  rumah keluarga keturunan Diponegoro ada ciri khas. Di depan rumahnya pasti ada pohon kemuning dua dan pohon sawo. Selain itu juga ada sandi lain berupa sumur yang dibangun di sebelah kanan rumah. Padahal orang Jawa pada umumnya di sebelah kiri. 
 
Tekanan demi tekanan yang diterima keturunan Diponegoro baru berakhir setelah era kemerdekaan. Mereka berani muncul dan mengaku sebagai keturunan Pangeran Diponegoro.
 
Pada tahun 2011, Roni membuat acara reuni. Pertemuan akbar itu digelar di  Bekasi. Penulis buku biografi Diponegoro, Takdir, Peter Carey, diundang. Semua berkenalan , mereka merasa senang bertemu dengan saudara satu trah.

Kemudian tepatnya di tahun 2012, digelar launching buku Carey berjudul Kuasa Ramalan. Acara dilaksanakan di bekas rumah Diponegoro di Tegalrejo, Jawa Tengah. Saat itu sekitar 200 keturunan Pangeran Diponegoro hadir.

“Keturunan Diponegoro mulai dari artis, politisi, hingga ulama. Misalnya seperti Asri Welas, Wanda Hamidah, dan Harry Roesli,” kata Roni.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya