Kisah Panggung Grup Musik Islami Ditonton Ribuan Jin Putih

Urban Legend
Sumber :
VIVA.co.id
Tim Pengawal Anies Pamitan usai Pilpres 2024 Berakhir
- Pada suatu ketika di kawasan Natal, Mandailing, Sumatera Utara, grup musik Ki Ageng Ganjur, pimpinan mantan asisten pribadi Gus Dur, Al Zastrouw Ngatawi, sedang pentas.

Perasaan Shin Tae-yong Usai Timnas Indonesia U-23 Singkirkan Korea Selatan

Seperti biasa, mereka malam itu memainkan musik etnis dengan lirik lagu Islami. Tak lupa juga diselingi pembacaan shalawat nabi bersama-sama.
Christian Bautista Bakal Tampil di Konser Westlife: The Hits Tour 2024


Dari atas panggung, Zastrouw melihat puluhan ribu penonton berbaju putih-putih memadati tanah lapang itu. Suara shalawat nabi yang digemakan bebarengan terasa religius. Sampai bulu kuduknya meremang mendengarnya.

Ketika menyanyikan lagu islami seperti Ilir-Ilir dan Tombo Ati, mereka juga ikut bernyanyi. Suara puluhan ribu penonton yang melantunkan Tombo Ati menggetarkan hati Zastrouw.
 
Namun, ketika Ki Ageng Ganjur menyanyikan lagu dangdut, tiba-tiba suara menjadi senyap seperti kuburan. Hampir tidak ada satupun yang ikut menyanyikan bersama-sama. Seakan-akan tidak ada penontonnya. Padahal lagu dangdut yang dinyanyikan cukup rancak.

 

Setelah menggeber beberapa lagu lagi hampir tengah malam, pentas itu pun rampung. Zastrouw dan kru Ki Ageng Ganjur segera berbenah-benah menuju hotel. Penonton pun berangsur-angsur pulang, tanah lapang itu pun lengang kembali.

 

"Sampai di hotel, saya dan teman-teman baru merasa ada yang aneh dan janggal dengan penontonnya," kata Zastrouw ketika ditemui di rumahnya, kawasan Sawangan, Depok.

 

Ketika mereka bercakap-cakap, membicarakan pentas yang baru dijalani, mereka ternyata sama-sama memendam pertanyaan dalam hati.


Pertama, mereka heran melihat penonton yang jumlahnya hampir 50 ribu penonton. Kedua, penonton dalam jumlah besar itu memakai baju putih semua. Ketiga, ketika menyanyi lagu dangdut, tidak satupun penonton yang ikut menyanyikan, bahkan sunyi sepi.

 

Keempat, mereka kebingungan kendaraan untuk transportasi puluhan ribu penonton. Padahal tempat itu terletak di pinggir kota, angkutan kota jarang sampai ke sana. Kelima, mereka juga melihat mobil atau truk yang parkir tidak banyak. Sehingga tidak mungkin puluhan ribuan penonton akan terangkut.

 

“Saya juga heran, dalam waktu singkat, tahu-tahu tanah lapang kosong tak ada penonton lagi. Padahal dengan jumlah penonton puluhan ribu perlu berjam-jam untuk mengosongkannya. Kayaknya yang menonton tak cuma manusia tapi juga jin dari alam gaib”, katanya.


Selanjutnya... Keanehan Manggung di Dekat Makam...




Keanehan Manggung di Dekat Makam

 

Dia tak cuma sekali itu mengalami pengalaman mistis. Kejadian berikutnya ketika pentas di Salatiga, Jawa Tengah. Saat itu, mereka kalang kabut karena tiba-tiba
sound system
tidak berfungsi.


Dari pengeras suara yang keluar cuma bunyi kendang, sedang suara alat musik lain tidak terdengar jelas. Tapi anehnya grafik di ruang tata suara berjalan lancar. Artinya sebenarnya tidak ada masalah dengan sistem suara karena indikatornya menyala.

 

Lebih aneh lagi, ketika rekaman pentas musik itu diolah menjadi CD, diputar di VCD, ternyata baik gambar maupun suaranya berkualitas bagus. Berarti tidak ada masalah dalam tata suaranya. Bunyi alat musik yang muncul juga komplet.

 

"Saya jika akan pentas selalu mengajak semua kru untuk berdoa dan pengajian bersama baik di tempat latihan atau tempat pentas," katanya.

 

Kejadian-kejadian itu tidak menyurutkan nyali Zastrouw untuk berdakwah lewat musik. Ia pernah pentas di halaman makam Sunan Drajat, Lamongan, Jatim, beberapa saat lalu.

 

"Ini memperlihatkan Islam yang berkebudayaan, bukan Islam yang sangar dan teroris tapi Islam yang menyenangkan dan menghargai seni budaya," ujarnya.

 

Menurutnya, pada zaman Wali sanga, musik dimanfaatkan untuk dakwah. Wali sanga menciptakan Macapat (puisi jawa yang dilagukan), Dandanggula, Maskumambang, Pangkur, Sinom, Asmaradhana.

 

Termasuk lagu ilir-ilir (ciptaan Sunan Kalijogo), juga lagu-lagu ciptaan dari Pangeran Wijil I (turunan sunan kalijogo) yang meneruskan beliau sebagai seorang Pujangga.

 

Tak ketinggalan salah seorang guru Sunan Kalijogo yakni Sunan Bonang, yang namanya diabadikan sebagai salah satu nama alat musik gamelan (Bonang). Wali Sanga pula yang merakit instrumen gamelan Jawa lengkap dengan komposisi musiknya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya