Rumah Sakit Dr Soetomo Peringatkan Ancaman Bioterorisme

Virus MERS
Sumber :
  • CNN
VIVA.co.id - Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr Soetomo, Surabaya, memperingatkan tentang potensi dan ancaman bioterorisme atau teror dengan senjata biologi berupa kuman penyakit.
Gelar Operasi Antiteror, Polisi Kanada Lumpuhkan Tersangka

Rumah sakit terbesar dan paling memadai di Jawa Timur itu telah mengantisipasinya, tetapi pemerintah dan masyarakat tetap harus waspada.
Bertemu Menteri Australia, Yasonna Bahas Soal Terorisme

Wakil Direktur RSUD Dr Soetomo, Kohar Hari Santoso, menjelaskan bahwa potensi ancaman bioterorisme atau penyebaran virus berbahaya kian terbuka seiring penerapan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) akhir 2015.
UEA: Teroris Sebarkan Radikalisme Lewat Video Game

Soalnya, dalam MEA, lalu lintas atau mobilitas masuk-keluar orang dari dan ke Indonesia menjadi lebih intensif.

Kohar mengaku bukan ahli tentang virus. Namun dia memperingatkan bahwa memang ada virus jenis tertentu yang telah dimodifikasi atau direkayasa, alias bukan virus yang berkembang tidak alamiah.

Penanganan pasien yang terjangkit virus-virus semacam itu pun tak sembarangan. Ada prosedur tertentu yang wajib ditaati, pengamanan sangat ketat agar tidak menjalar pada pasien lain, penempatan di ruang isolasi khusus. 

"Rumah sakit kami dilengkapi ruang isolasi khusus dengan standar khusus, guna mengurangi kemungkinan timbul virus supaya tidak menular. Kami tidak hanya melayani sekadar ruangannya, melainkan juga para pasien harus mengikuti prosedur kami untuk menangani pasien tersebut," ujar Kohar di Surabaya, Selasa malam, 18 Agustus 2015.‎

Menurutnya, selain rumah sakit, Dinas Kesehatan, lembaga karantina, maupun badan intelijen, serta masyarakat juga harus diberikan informasi yang lengkap dan memadai. Semua wajib terlibat mencegah dan tidak terjangkit virus menular.‎ 

Masyarakat yang berpergian ke luar negeri juga harus memahami tentang informasi kesehatan di negara tersebut agar tidak terjangkit virus ini. 

"Virus bioterorisme itu menyerupai Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-CoV)," katanya.‎ 

MERS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus corona. Virus itu mirip virus yang ada pada kalelawar. 

"Penularan terjadi dari hewan (unta) secara ilmiah belum terbukti diyakini menular human to human (antarmanusia) melalui titik liur (droplet) yang dihirup oleh orang lain," katanya.

Salah satu pencegahannya, kata Kohar, menjaga kesehatan dengan cara makan-makanan bergizi. Bila perlu mengonsumsi suplemen untuk menjaga ketahanan tubuh.

Ditengarai sudah ada di Indonesia

Ihwal ancaman bioterorisme itu pernah juga diperingatkan seorang Guru Besar pada Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Prof Dr Chairul Anwar Nidom. Dia mengaku sudah menengarai bioterorisme sudah terjadi di Indonesia. Namun, faktor, motif dan dampak masih perlu diteliti.

Peneliti virus flu burung, MERS, ebola, dan vaksin itu juga memaparkan bahwa bioterorisme perlu diantisipasi.

"Sebagai peneliti, kalau memperhatikan struktur kuman penyakit hewan di Indonesia, ada sejumlah fakta yang aneh meski motif dan dampaknya belum jelas," kata Prof Nidom pada 15 Januari 2015.

Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan Unair itu menjelaskan kemungkinan bioterorisme perlu diantisipasi. Sebab Masyarakat Ekonomi Asean atau globalisasi memang memicu persaingan ekonomi.

"Bioterorisme memang berbeda dengan terorisme dalam bentuk bom, karena teror bom itu sangat jelas dampaknya berupa ledakan dan korban. Sedangkan bioterorisme itu menggunakan bakteri, virus, dan kuman penyakit lain yang dampaknya tidak langsung, tapi bisa berlangsung lama, yakni perekonomian jatuh," katanya.

Menurut Guru Besar Bidang Ilmu Biokimia dan Biomolekuler itu, fakta-fakta nonalami yang memperkuat dugaan ada bioterorisme di Indonesia, antara lain, flu burung, yang terjadi sejak 2003. Tapi hingga 2015 atau dua belas tahun tidak terselesaikan, termasuk flu babi tahun 2009, yang strukturnya juga tidak alami.

"Bahkan, virus flu burung yang menyerang bebek pada tahun 2012, ternyata tidak sama dengan virus flu burung sebelumnya dan justru ada kemiripan dengan virus serupa di China. Itu aneh, kecuali ada impor bebek dari sana," kata Prof Nidom.

Dia juga mendeteksi jejak virus ebola pada hewan sejak tahun 2012 yang ditemukan secara tidak sengaja saat meneliti virus itu pada orangutan.

"Anehnya, virus ebola itu ada kemiripan dengan yang terjadi Afrika, bukan Filipina. Itu aneh," katanya.

Dia pun menyebut kasus yang terjadi di Jawa Timur, yakni penyakit anthrax di Blitar, beberapa waktu silam.

"Itu aneh, karena Jatim selama ini dikenal bebas anthrax. Hal yang jelas, ada dua akibat terkait itu, yakni Pemerintah Provinsi Jawa Timur sudah mengucurkan dana untuk itu, dan potensi menular pada hewan dan manusia juga sangat mungkin," tuturnya. (ase)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya