Proyek PLTU Batang Berpotensi Menambah Hutang Negara

Aktivis Greenpeace demo menolak proyek PLTU Batubara Batang
Sumber :
  • VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi

VIVA.co.id - Sikap pemerintah yang tetap ngotot untuk melanjutkan proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara di Batang, Jawa Tengah, patut dipertanyakan. Pasalnya, penolakan keras dari berbagai pihak dalam dan luar negeri atas proyek tersebut terus mengalir.

Greenpeace: Perusahaan Sawit Raksasa Picu Kebakaran Hutan

"Kenapa pemerintah bersikeras. Ada penolakan kuat 5 tahun terakhir, Komnas HAM, bahkan LSM dunia, menyatakan hal yang sama menolak pembangunan PLTU tersebut," ujar Juru Kampanye Energi Greenpeace Indonesia, Desriko Malayu Putra di kantor Greenpeace Indonesia, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis, 7 April 2016.

Desriko juga mempertanyakan legalitas ijin pembangunan PLTU Batang di atas tanah yang masih menjadi sengketa dengan warga. "Jadi usai 6 April PT Bhimasena Power Indonesia (BPI) telah melewati batas deadline 5 kali, secara hukum hanya boleh 4 kali financial closure. Tepat kemarin, deadline financial closure perusahan ini untuk pembiayaan PLTU Batang. Sekarang proses pencairan dana ditunda lagi," ujarnya menambahkan.

Akibat penundaan tersebut, biaya yang harus dikeluarkan akan membengkak. Itu disebabkan ketidakmampuan perusahaan dan tidak menepati tenggat waktu pengerjaan proyek. "Mahalnya proyek, akan berdampak pada tingginya pembiayaan atau hutang yang akan diambil pemerintah," terang Desriko.

"Dengan 5 kali tak dapat dipenuhi, tak bisa dipungkiri proyek itu penuh dengan persoalan yang tak bisa diselesaikan. Masalah mendasar kepemilikan tanah, sudah dari zaman SBY-Jokowi. Masalahnya sama, lokasi yang dipilih hajat hidup orang banyak.”

Usai Emmy Mundur, Greenpeace Serukan 'Perang' ke Industri

Dibatalkan

Dengan fakta bahwa PT Bhimasena Power Indonesia dengan PT PLN hingga tahun 2016 ini, belum bisa memenuhi financial closure atau pembiayaan proyek PLTU Batubara, Batang, maka kata Desriko, proyek pembangunan PLTU Batubara tersebut sebaiknya dibatalkan. Tidak terpenuhinya financial closure, kata dia menunjukkan, bahwa proses pembebasan lahan tanah dan konflik sosial yang ada tak bisa dipandang sebelah mata oleh pemerintah.

"Faktanya persoalan di Batang ini bukan masalah kecil, ini menyangkut hajat hidup orang banyak," ujar dia.

Untuk itu Desriko mendesak agar Presiden Joko Widodo membatalkan pembangunan proyek tersebut. Meski Jokowi sendiri yang meletakkan batu pertama proyek pembangunan PLTU Batubara itu. "Secara tegas dan meyakinkan bahwa pembangunan proyek ini akan berdampak luas kepada kehidupan masyarakat Batang."

Seperti diketahui, sejumlah pihak mendorong PLTU Batubara Batang segera direalisasikan. Proyek pembangkit listrik dengan kapasitas 2x1.000 megawatt. Proyek itu direncanakan akan menelakan dana US$4 miliar yang dibiayai Japan Bank International for Corporation (JBIC).

Padahal sampai saat ini, lahan seluas 12,5 hektar yang akan dipakai untuk pembangunan proyek PLTU Batubara tersebut masih dalam sengketa dan tarik ulur dengan warga. Bahkan masih belum tuntas, karena sedang berproses di pengadilan.

(mus)

Aktivis Lingkungan Emmy Hafild Berhenti Dukung Greenpeace
Sudirman Said, mantan Menteri ESDM.

Sudirman: Masalah Lahan PLTU Batang Segera Dirampungkan

MA menolak kasasi yang diajukan seorang warga Batang.

img_title
VIVA.co.id
3 Maret 2016