Korban 1965: Kami Disiksa, Dipaksa Mengaku Bunuh Jenderal

Simposium Nasional Membedah Tragedi 1965
Sumber :
  • VIVA.co.id/Muhamad Solihin

VIVA.co.id – Sore baru menjelang saat Kusnendar pulang dari kantornya. Jarum jam masih menunjukkan pukul 16.00, tanggal 10 Oktober 1965. Tiba-tiba muncul tentara militer menggunakan truk dan menciduk paksa dirinya.

Aktivis KNPI Kenang Sosok Isa Hasanda, Pelukis Lekra Tapol Orde Baru

Ia geledah dan dipaksa naik ke truk yang tak pernah diketahui tujuannya. Kusnendar tak menyadari, petang itu menjadi awal kisah kelam dalam hidupnya.

"Saya diangkut nggak tahu dibawa ke mana. (Padahal) Polisi kenal saya, tapi situasi kayak gitu jadi nggak mau kenal lagi," kenang Kusnendar menceritakan kisahnya saat pecahnya Tragedi 1965, Selasa 19 April 2016. Dalam Simposium Nasional “Membedah Tragedi 1965” di Jakarta, Kusnendar termasuk di antara beberapa orang yang diberi kesempatan untuk memberi kesaksian atas lembaran kelam sejarah itu.

'Dongeng' Penegakan HAM

Hari itu, kenang Kusnendar, tepat 10 Oktober 1965. Hari itu juga ia pertama kalinya dimasukkan ke dalam sel dengan alasan yang tidak masuk akal oleh militer.

Pria yang saat itu masih berusia 40an tahun tersebut dituduh membunuh para jenderal. Ia dituduh sebagai orang Partai Komunis Indonesia (PKI), yang dituding memberontak dan membunuh para jenderal untuk berkuasa.

Tragedi 65, Komnas HAM Kurang Pasang Badan

"Jam 18.00 saya dimasukan ke sel. (lalu) Dianggap membunuh jenderal dan macam-macam. Serta dianggap sebagai buruh di TKI, Sopsi dan Pemuda rakyat, ya saya nggak mengaku apa-apa, saya kan kerja," katanya.

Dibuang ke Pulau Buru

Di penjara, siksaan demi siksaan tak berhenti. Begitu pun dengan semua orang yang hari itu telah diangkut paksa di jalan, semuanya juga disiksa.

Kusnendar mengaku sempat bersimpatik dengan orang tua yang ikut disiksa oleh militer. Namun nahas, ia justru disiksa lebih parah.

"Saya berusaha menolong yang tua. Ternyata malah habis saya dipukuli sampai pingsan," kata pria yang kini telah berusia 83 tahun tersebut.

Kusnendar pun dilarikan ke rumah sakit selama dua hari. Dan kemudian dibawa lagi ke sel tahanan. Alhasil, selama tiga tahun, Kusnendar akhirnya ditahan di lapas Jakarta hingga tahun 1969, Kusnendar baru kemudian dibuang ke Pulau Buru.

"Tahun 1969 sampai dengan 1978 saya ditahan di sana (Pulau Buru). Kita (hampir) mati kelaparan (karena) tidak diberikan makanan," ujarnya

Di ujung penahanan, ternyata kesedihan Kusnendar belum berakhir. Sebab ketika keluar penjara, istrinya meminta bercerai.

Penyebabnya, Kusnendar bekas tahanan dan dianggap terkait dengan PKI. Sehingga menyulitkan anaknya yang hendak bekerja.

"Saya terpaksa bercerai dengan istri karena bekas tahanan, akhirnya kita bikin perjanjian cerai supaya anak saya bisa bekerja," kata dia.

Yasin Fadilah/Jakarta

(ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya