Polisi Periksa Pejabat Surabaya Terkait Rumah Bung Tomo

Kadis Kebudayaan dan Pariwisata Pemkot Surabaya Wiwik Widyati diperiksa Polisi
Sumber :
  • Januar Adi Sagita/ VIVA.co.id

VIVA.co.id – Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwasata Pemerintah Kota Surabaya, Wiwik Widyati, diperiksa Unit Harta Benda (Harda) Satuan Resor Kriminal (Satreskrim) Polrestabes Surabaya, Kamis 12 Mei 2016.

Menjaga Peradaban dari Kepunahan

Kepala Unit Harda Satreskrim Polrestabes Surabaya, AKP Teguh Setiawan, mengatakan Wiwik diperiksa mulai pukul 09.00 WIB. Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui proses pembongkaran rumah radio Bung Tomo di Surabaya, yang termasuk bangunan cagar budaya.

"Kami ingin mengumpulkan banyak bahan dulu, jadi kami mintai beliau keterangan," kata Teguh di Mapolrestabes Surabaya.

Cagar Budaya, Warisan yang Diabaikan

Selain Wiwik, polisi juga memeriksa 2 petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Surabaya. "Keduanya kami periksa karena mereka yang memasang garis pembatas di bangunan itu," ucap Teguh.

Dari pemeriksaan terhadap ketiga orang ini, polisi mendapatkan informasi, jika rumah itu dimiliki  2 pihak. "Mereka adalah ahli waris Pak Amin, pemilik sebelumnya, yang namanya Narendrami, dan Tjintariani," urai Teguh.

Mengubur Puing Sejarah

Sementara usai pemeriksaan, Wiwik enggan berkomentar banyak. Wiwik juga bergegas meninggalkan Mapolrestabes Surabaya. "Ya tadi diperiksa terkait pembongkaran rumah Bung Tomo," jawab Wiwik sambil berlalu.

Sebelumnya, rumah radio Bung Tomo dibongkar pihak perusahaan pengembang, Jayanata Plaza beberapa waktu lalu. Di atas lahan bekas rumah itu rencananya akan dibangun lahan parkir. Pembongkaran itu memicu reaksi warga Surabaya, karena merupakan bangunan cagar budaya. 

Tak hanya itu, putra pahlawan nasional Sutomo atau lebih dikenal dengan Bung Tomo, Bambang Sulastomo, juga melaporkan pembongkaran rumah radio Bung Tomo ini ke polisi.

Rumah radio di Jalan Mawar Nomor 10, Surabaya, adalah tempat Bung Tomo berpidato yang disiarkan lewat radio untuk menggelorakan semangat warga Surabaya melawan agresi NICA (Pemerintahan Sipil Hindia Belanda).

Seruan Bung Tomo kemudian memicu Pertempuran 10 November 1945, salah satu pertempuran terbesar dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia. Pertempuran ini juga menjadi simbol nasional atas perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya