Masyarakat Cenderung Abaikan Laporan Kekerasan Seksual

Ilustrasi/Aksi Solidaritas untuk korban pemerkosaan dan pembunuhan di Indonesia
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Dewi Fajriani

VIVA.co.id – Pelecehan dan kekerasan seksual yang marak terjadi belakangan ini menyita perhatian banyak pihak. Sampai-sampai Presiden Joko Widodo juga harus mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) tentang Perlindungan Anak. 

Polisi Usut Dugaan Pelecehan Seksual yang Dilakukan Eks Ketua DPD PSI Jakbar

Sri Nur Herawati, Komisioner Komisi Nasional perlindungan Perempuan (Komnas Perempuan), menjelaskan pihaknya sudah mengusulkan penetapan darurat seksual sejak 2012 silam. Tapi di banyak pihak di Indonesia, masih belum menganggap masalah kekerasan seksual sebagai sesuatu yang serius.

Sri pun menceritakan sebuah kasus dimana seorang ayah dilaporkan telah memperkosa anak kandungnya. Waktu itu, pihak kepolisian dan warga setempat sempat tidak percaya laporan itu. Akhirnya Komnas Perempuan melakukan investigasi terhadap laporan itu.

Lakukan Pelecehan Seksual pada Penumpang Angkot, Sopir di Aceh Dihukum Cambuk 154 Kali

"Sebenarnya justru rumah sakit itu yang tahu bahwa korban benar-benar mengalami kekerasan seksual. Yang terabaikan rata-rata dari pihak kepolisian, RT/RW setempat yang kadang mereka mengira itu tidak akan terjadi," ujar Sri Nur Herawati saat Focus Group Dissccusion Polres Metro Jakarta Selatan, di Bumbu Desa, Jl. Suryo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat, 27 Mei 2016.

Menurut Sri, selama tidak ada perubahan dalam pola pikir dan perilaku di masyarakat, akar masalah terjadinya kekerasan seksual tidak bisa diselesaikan. Kondisi ini juga menempatkan perempuan selalu menjadi objek seksualitas sehingga kerap menyalahkan perempuan sebagai pemicu terjadinya kejahatan seksual. "Kalau begitu, sama saja termasuk diskriminasi terhadap perempuan, kenapa tidak laki-laki saja yang menahan hawa nafsunya," jelas dia.

5 Negara Dengan Kejahatan Pemerkosaan Tertinggi di Dunia, Ada Indonesia?

Sri menganggap stigma yang disematkan pada korban jika mereka memicu terjadinya aksi kekerasan seksual tidak tepat. Sebab, dalam banyak kasus juga ditemukan korban memakai pakaian tertutup.

"Seperti kekerasan seksual yang terjadi di Pesantren. Masyarakat terdekat pun stigma dengan hal tersebut, karena mereka tidak mengakui korban adalah korban," terang dia.

Laporan: Jeffry Yanto – Jakarta

(ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya