Makam Imam Bonjol Diziarahi Petinggi Militer Filipina

Makam Imam Bonjol di Desa Lotta, Kecamatan Pineleng, Minahasa, Sulawesi Utara.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Agustinus Hari

VIVA.co.id – Sudah menjadi tradisi hampir setiap tahun mendekati Ramadan, makam pahlawan nasional, Imam Bonjol, di Desa Lotta, Kecamatan Pineleng, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, didatangi para peziarah.

Wilayah 4T di Sulawesi Utara Digempur Vaksinasi

Akhir pekan lalu, pengunjung asal Kalimantan Utara terlihat mengunjungi makam pahlawan asal Sumatera Barat yang diasingkan ke Manado itu. Dia kebetulan sedang berwisata di Manado, dan menyempatkan diri berziarah ke makam Imam Bonjol.

“Selama ini kita hanya tahu dari buku saja ada pahlawan nasional Imam Bonjol. Kebetulan lagi di Manado, saya pun datang langsung ke Makam Imam Bonjol, padahal banyak teman sudah pulang lebih dulu,” ujar Suryanata Al Islami, yang mengaku Anggota KPU Kalimantan Utara itu.

Mengintip Manfaat Tol Manado-Bitung yang Baru Diresmikan Jokowi

Tak hanya warga muslim yang mendatangi makam itu. Sejumlah pejabat penting di Indonesia bahkan luar negeri juga sering mengunjungi makam Imam Bonjol. “Dua hari lalu dari Kejaksaan Agung, Mabes Polri, dan beberapa kementerian datang di sini,” ujar Abdul Mutalib, penjaga Makam Imam Bonjol, kepada VIVA.co.id, kemarin.

Dia juga menceritakan bahwa Komandan Infanteri Divisi Agila Filipina, Mayor Jenderal Rafael Valencia, bersama rombongan juga berkunjung di makam itu.

Pemkab Pasaman Barat Tetapkan Tanggap Darurat Gempa 14 Hari

“Pemimpin tertinggi tentara Filipina ini terkagum-kagum melihat sejarah Pahlawan Nasional Imam Bonjol. Berapa kali menanyakan kepada saya soal Imam Bonjol kenapa diasingkan ke Manado,” katanya.

Meski hampir setiap hari didatangi pengunjung, kata Mutalib, pemerintah daerah masih kurang peduli dengan keberadaan Makam Imam Bonjol, yang merupakan salah satu destinasi wisata religi dan sejarah di Sulawesi Utara. Pengelola makam itu secara swadaya mengumpulkan dana untuk biaya perawatan Makam Imam Bonjol.

“Kami keluarga patungan untuk menjaganya. Dari pemerintah hanya uang sosial untuk keluarga sebanyak satu juta rupiah setiap bulan,” ujar Mutalib.

Uang dari pemerintah yang hanya sejuta rupiah itu tentu tak cukup untuk merawat Makam Imam Bonjol. Menurut Mutalib, pengelola Makam sesungguhnya sudah terbiasa secara swadaya mengumpulkan uang untuk pemeliharaan, tetapi pemerintah seharusnya memiliki perhatian lebih.

“Karena makam ini aset yang harus dijaga keberadaannya,” kata Mutalib, yang mengaku generasi keempat pengawal Imam Bonjol. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya