Kisah Duka Peneliti Sains Penerima Penghargaan Achmad Bakrie

Danny Hilman Natawidjaja
Sumber :
  • viva.co.id/Rene Kawilarang

VIVA.co.id – Danny Hilman Natawidjaja menjadi salah satu pemenang yang meraih Penghargaan Achmad Bakrie (PAB) ke-14 pada tahun ini di bidang Sains. Usai menerima penghargaan, Danny membeberkan suka duka menjadi seorang peneliti. Menurutnya ada proses luar biasa di balik kesuksesannya.

Totalitas Berkarya, Ebiet G Ade Raih PAB 2017

Danny sedikit bercerita, penelitiannya sering menjadi polemik di masyarakat. Hasil penelitiannya kerap dicibir masyarakat. Salah satu contohnya, sebelum gempa disusul tsunami yang melanda Aceh pada tahun 2004, penelitiannya dianggap rumor yang meresahkan masyarakat sekitar.

"Tsunami Aceh, sebelumnya saya sudah mempublikasikan besarnya bencana di Sumatera. Itu terjadi di penghujung tahun 2004. Saya sebagai seorang peneliti setengah dukun karena tahu terlebih dahulu kenapa itu akan terjadi," kata dia dalam pidatonya dalam acara PAB ke-14 di Jakarta Teater, Sabtu, 20 Agustus 2016.

Dari Limbah Padi untuk Kemandirian Energi

Tak hanya itu, lanjutnya, pada saat meneliti laut, ia sempat dihujat lantaran disangka mendahului takdir kekuasaan Tuhan. Padahal, ia menegaskan bahwa dalam ramalan seorang peneliti tetap tidak tahu persis kapan bencana itu akan terjadi.

"Saya sering dikejar masyarakat bahkan mau digolok waktu saya meneliti laut. Dikira mau bom untuk menjaring ikan. Banyak yang hujat saya, saya mendahului takdir Tuhan dan membuat meresahkan masarakat," katanya.

'Kalau bahasa Ibu Dilupakan, Kita Akan Kehilangan Identitas'

Danny mengatakan, dalam melakoni profesinya, ia hanya mengikuti passion atau hasrat dari hati. "Kami meneliti karena passion terhadap alam. Jarang ada yang memberikan penghargaan yang serius seperti PAB ini, masih langka. Saya bersyukur dan bangga mendapat kehormatan menjadi salah satu penerimanya," katanya.

Seperti diketahui, sumbangsih keilmuannya dalam riset gempa tektonik– dengan tiga metode yang diyakininya, telah membangun kesadaran bahwa pendekatan sains terhadap bencana alam merupakan keniscayaan bagi bangsa Indonesia yang hidup di tengah cincin api.

(mus)
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya