Bupati: Raja Gowa Sekarang Tak Lagi seperti Dulu

Gedung DPRD Gowa dibakar pengunjuk rasa, Senin 26 September 2016.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Sahrul Alim

VIVA.co.id - Polemik antara Pemerintah Kabupaten dan keluarga ahli waris Kerajaan Gowa beserta pendukungnya (komunitas adat) tak kunjung menemui titik terang. Puncaknya, aksi unjuk rasa dari Aliansi Masyarakat Peduli Kerajaan Gowa berujung pembakaran gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) pada Senin, 26 September 2016.

FKUB Sulsel Larang Pendeta Gilbert Datang ke Makassar, Ini Alasannya

Kisruh itu berawal dari pengesahan Peraturan Daerah Perda Lembaga Adat Daerah (Perda LAD) Gowa pada 15 Agustus 2016. Perda itu menyebutkan Bupati Gowa menjalankan fungsi sebagai Sombaya (Raja). Ahli waris Kerajaan Gowa menolak perda itu. Mereka menyebut Bupati Gowa tidak berhak menjadi raja karena bukan keturunan Raja.

"Pikiran itu jangan mengarah pada Raja seperti Raja tempo dulu, tapi simbol-simbol ini (Raja dan perangkat kerajaan lain) untuk memelihara simbol budaya. Karena simbol-simbol jabatan yang disebutkan dalam Ranperda (Rancangan Perda) tidak persis sama pada zaman kerajaan masa lalu," kata Bapati Gowa, Adnan Purichta Ichsan Yasin Limpo, kepada wartawan pada Kamis, 29 September 2016.

Korban Meninggal akibat Longsor Tana Toraja Capai 18 Orang

Ia menjelasakan pentingnya perda itu untuk melestarikan adat dan budaya Kabupaten Gowa. Ia menyebut Perda LAD akan menjadi sarana untuk melestarikan dan mengembangkan adat istiadat atau kebiasaan baik masyarakat. 

"Adanya kegelisahan terkait budaya lokal Gowa yang semakin hari semakin meredup dikarenakan derasnya arus budaya dari luar. Maka untuk menjaga, melestarikan adat dan budaya Kabupaten Gowa, perda ini sangat dibutuhkan masyarakat Gowa saat sekarang maupun di masa yang akan datang," katanya.

Terungkap Motif Suami Bunuh Istri Lalu Timbun Jasad Korban Dalam Rumah di Makassar

Adnan menyayangkan tindakan anarkistis massa dengan membakar gedung DPRD Gowa saat menyuarakan aspirasi mereka. Menurutnya, untuk membatalkan satu perda harus dengan menempuh jalur yang sesuai mekanisme, yakni mengajukan pengujian (judicial review) kepada Mahkamah Agung.

Ketua Komunitas Adat Gowa, Andi Maddusila Ijo, menilai sah saja jika Pemerintah Daerah membuat perda untuk melestarikan budaya Gowa. Asalkan perda itu tidak mengganggu struktur adat kerajaan di Gowa.

"Ini (Perda LAD) sudah meresahkan masyarakat. Makanya kami diterima Kemendagri, dan mereka akan melakukan evaluasi: apakah perda ini meresahkan masyarakat. Tapi harapan kami agar perda ini dibatalkan saja. Kalaupun Bupati Gowa ngotot, mending dibuat perda yang baru saja, yang tidak menyentuh struktur adat," kata Maddusila, yang juga Raja ke-37 Gowa. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya