Marak Tongseng Anjing, Penjual di Yogya Jamin Bebas Rabies

Tongseng anjing di Yogyakarta
Sumber :
  • VIVA.co.id/Daru Waskita

VIVA.co.id – Di Yogyakarta, masyarakat sudah punya kegemaran untuk menyantap tongsen jamu, atau dikenal sebagai sate jamu. Makanan ini, dibuat dengan bahan baku daging anjing. Tak heran, kondisi ini menciptakan ratusan kedai masakan daging anjing, karena ternyata penjualannya cukup laku.

Korea Selatan Resmi Larang Perdagangan dan Konsumsi Daging Anjing

Salah satu penjual masakan daging anjing bernama Aan (43 tahun), warga Desa Sumbermulyo, Kecamatan Bambanglipuro, Kabupaten Bantul, mulai menjajakan masakannya pukul 14.00 WIB, dan selesai tutup warung sekitar pukul 19.00 WIB.

"Enam jam buka saja, sudah sangat capek. Pelanggannya banyak sekali, datang bergantian," kata Aan, kala ditemui di kedainya, Selasa, 29 November 2016.

Top Trending: Kabar Terkini Masinis Tragedi Bintaro, Terkuak Lokasi Penyimpanan Motor Curian

Profesi yang dia lakoni sudah belasan tahun ini, membuat Aan pun pandai dalam memilih daging anjing.

"Awal-awal belajar berjualan tongseng dan satu daging anjing ini mengambil anjing dari pengepul, ternyata banyak bermasalah. Ada yang hatinya penuh dengan cacing hingga rasa dagingnya sama sekali tidak enak. Ternyata, itu anjing dari wilayah Jawa Barat," ungkap bapak dua anak ini.

Viral Video Seorang Pria Lakukan Investigasi ke Warung Makan, Ternyata Isinya Jualan Daging Anjing

Kapok dengan anjing dari Jawa Barat, Aan beralih mencari daging dari wilayah di Yogyakarta, mulai dari Gunungkidul hingga Kulonprogo dijalaninya.

Banyak pengalaman sudah dia dapat, selama menggeluti dagangan ini. Salah satu yang berkesan adalah ditangkap polisi.

"Ditanya surat kesehatan anjing. Saya balik bertanya, kalau bapak bisa mencarikan surat, maka saya siap membayar, karena memang tidak ada aturannya. Ujung-ujungnya lolos, karena memberi uang damai petugas," ungkapnya.

Setelah itu, dia kerap menghindari aparat ketika membawa dagingnya. Selain polisi, Aan juga pernah mendapatkan inspeksi dari Dinas Pertanian dan Peternakan DIY dan Bantul. Mereka mengambil contoh otak anjing selama lima hari berturut-turut. Hasilnya, anjing yang saya potong sehat dan tidak bermasalah dengan rabies.

"Petugas malah bilang kok bisa mencari anjing yang sehat-sehat dan bebas penyakit," kata Aan menirukan ucapan petugas.

Per hari potong hingga lima ekor

Aan mengklaim, pelanggan setianya cukup banyak, sehingga setiap hari harus menyiapkan lima ekor anjing untuk dipotong untuk diolah menjadi tongseng, atau sate. 

Ada pula konsumen yang hanya membeli daging Rp80 ribu per kilo, untuk dimasak di rumah mereka.

Selama ini, dia juga tak pernah menemui pelanggan yang mengaku sakit, setelah makan sajiannya. Justru ada yang bilang, dia mampu makan dua piring tongseng anjing dan tidak pusing, dibandingkan makan lima potong tongseng kambing.

"Makanya, konsumen saya yang punya penyakit darah tinggi berani makan daging anjing," jelasnya.

Keberadaan usaha jualan daging anjing, kata Aan, juga pernah mendapatkan protes dari tetangga, karena limbah pemotongan anjing dibuang ke sungai.

"Akhirnya, saya bikin bak penampungan untuk limbah dan menyiapkan tempat tersendiri untuk memelihara stok anjing hidup untuk dipotong. Tempat terlihat bersih dan tidak bau amis," tuturnya. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya